“Rotan Sebagai Penyambung Hidup”

Penulis: Mashudi, 28 September 2022
image
Petani Pencari Rotan di Dusun Bayuwana

Pagi ini tidurku terbangunkan dengan suara riuh di luar rumah sekelompok masyarakat berkumpul untuk bersiap-siap menuju kehutan. Salah seorang warga mengajakku untuk ikut mencari rotan atau yang masyarakat sebut dengan paikat/huyi di pagi hari yang masih diselimuti oleh kabut. Pada tahun ini rotan sedang musim banyak dihutan, rotan hanya bisa dipanen 3-4 tahun sekali, karena rotan jenis tanaman yang tidak dibudidayakan, namun tumbuh secara liar dihutan. Setelah mempersiapkan bekal sederhana berupa nasi, indomie mentah dan penyedap rasa ayam yang diletakan didalam butah (tas belakang khas suku Dayak), mereka bersiap untuk berangkat, sekitar 6 sepeda motor dan 12 orang secara berkelompok mencari rotan didalam hutan. Sesamampainya di jalan utama kelompok pencari rotan tadi meninggalkan sepeda motor di tepi jalan, selanjutnya hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki, menanjak bukit dan menenbus hutan yang masih di tumbuhi tanamana liar.

           Setalah berjalan selama dua jam lamanya kami menemukan tumbuhan rotan yang menjalar panjang pada sebuah pohon, tak mengambil waktu lama abah alpin memanjat pohon tersebut dan memotong rotan yang penuh duri. Sedangkan perempuan bertugas menunggu dibawah pohon membersihkan duri rotan dan memotong menjadi beberapa bagian sepanjang 2,5 meter dan menyusunnya. Waktu sudah menunjukan tengah hari, kamipun bergegas membuka bekal yang telah dibawa tadi untuk makan siang, dengan beralaskan daun mereka makan dengan lahap tanpa lauk hanya nasi, mie kering da penyedap rasa ayam. Setelah terkumpul banyak rotan diikat menjadi beberapa bagian kemudian baik laki-laki maupun perempuan membawa turun rotan yang beratnya satu ikatan mencapai 40-50 kg. Rotan diikat pada punggung sebagai penyangga dan rotanpun diseret menuju parkiran sepeda motor, saya mencoba membawanya namun hanya hitungan meter rasanya tubuh ini tak kuat menopang beratnya rotan, rasa malu dan haru melihat peremuan-perempuan mampu mengangkat rotan. Sekitar jam 5 sore kami sampai di sepeda motor, rotan disusun samping kanan dan kiri tak jarang rotan sampai menutupi sepeda motor. Pengolahan rotan belum usai sampai disni, dirumah rotan harus dibersihkan terlebih dahulu kemudian dibelah menjadi empat bagian sesuai dengan ukuran rotan, setelah itu dijemur hingga kering barulah rotan dapat dijual kepada pengepul dengan harga satu ikatan berisi 100 bilah (potong) dihargai Rp.17.500. Dalam sekali mencari rotan bisa mendapatkan penghasilan 200-300 ribu, memamang tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan, tangan yang hancur akibat duri rotan yang tajam, namun demi menyambung hidup, demi dapur bisa mengepul apapun dilakukan. Selanjutnya rotan dijual oleh pengepul ke luar kabupaten untuk pembuatan perabot rumah tangga dan dekorasi ruangan. Dibalik keindahan produk rotan tersebut terdapat keringat dan darah yang mengucur hanya utuk menyambung hidup esok hari.