Setia

Penulis: Adang Chumaidi, 02 November 2022
image
Perempuan Batu Atas

Ibu merupakan wanita kuat dengan tanggung jawab yang besar dalam membesarkan, membimbing dan mengayomi anak, sedangkan suami merupakan sosok yang tegar, yang selalu melindungi dan bertanggung jawab dalam keberlangsungan hidup keluarganya. Berbeda dengan istri yang merupakan sosok pendamping bagi suami yang bertanggung jawab kepada suami seorang.

Tual, samalaki, kambala, Bangka dan Halmahera, kelima tempat itu sering sekali terucap dari ibu-ibu kepadaku ketika survey kebutuhan listrik saat kutanya tentang pekerjaan suaminya. Pensaran ku terjawab lambat laun dengan lamanya waktu yang kuhabiskan di desa. Tual, samalaki dan kambala merupakan 3 tempat untuk mencari telur ikan terbang setiap bulan ke-5 sampai bulan ke-11, Bangka merupakan pulau besar yang terletak di sumatera barat, umumnya masyarakat batu atas ke Bangka untuk mencari ikan dan beberapa bekerja di tambang timah, sedangkan Halmahera merupakan tempat bagi orang-orang batu atas untuk bekerja tambang timah atau nikel.

Mencari telur ikan di tual, samalaki, dan kambala adalah pekerjaan yang paling cepat dari pada daerah lainnya, memerlukan ±6 bulan untuk bekerja di sana (kerja mencari telur ikan terbang terhitung pekerjaan musiman seperti menanam padi), berangkat bulan ke 5 dan kembali bulan 11, mereka bekerja pada musim angina laut sedang kencang-kencangnya. Mungkin sekitar 70% laki-laki di batu atas memilih kerja mencari telur ikan terbang. Wajar saja jiwa pelaut mereka cukup kuat ditambah penghasilan telur ikan terbang yang terbilang tinggi, telur ikan terbang kering perkilo bisa menyentuh Rp 1.000.000. tidak heran 3 lokasi tersebut merupakan lokasi untuk mencari kerja terbaik dengan pertimbangan kerja yang hanya 6 bulan dalam 1 tahun.

Berbeda dengan Bangka dan Halmahera, 2 tempat tersebut merupakan lokasi mencari kerja warga batu atas yang terbilang lama, 1 atau 2 tahun merupakan waktu yang singkat bagi para pencari kerja di 2 lokasi tersebut. Umumnya ±5 tahun adalah waktu yang dihabiskan untuk bekerja di 2 tempat itu. Dari sisi penghasilan memang tidak sebesar dari hasil mencari telur ikan terbang, akan tetapi penghasilan di Bangka dan Halmahera cenderung stabil dan berkepanjangan. Jadi memerlukan waktu yang lama dalam para pejuang keluarga untuk mengumpulkan uang bagi istri,anak dan cucunya.

Lalu bagaimana istri yang ditinggalkan, anak yang tidak mendapatkan sosok sebagai pandangan hidupnya. Istri yang ditinggalkan bukannya 1 atau 2 minggu akan tetapi dalam kurun waktu 6 bulan merupakan waktu paling cepat menunggu kepulangan suami (macam tugas Negara). Belum lagi ibu dan anak yang ditinggalkannya. Hdiup di tempat yang minim potensi membuat masyarakat akan merantau mencari pendapatan di daerah lain. Dorongan tersebut membuat pulau baut atas merupakan tempat hidupnya para pengembara lautan yang tangguh.

Ada suatu cerita di desa liwu , terdapat keluarga dengan seorang ibu mengurus ke-7 anaknya. Selisih umur anak kurang lebih 2 tahun disetiap anaknya (memang banyak rejeki ini keluarga) dan pada anak ke-6 (umur 3 tahun) dan anak ke-7 (masih dalam kandungan) ditinggal merantau oleh sang ayah untuk merantau ke Bangka. Tidak cukup 1 atau 2 tahun mereka ditinggalkan sang ayah. Bahkan sampai 10 tahun mereka ditinggalkan. Memang setiap bulan sang ibu mendapatkan kiriman untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya akan tetapi hal tersebut hanya berlaku pada 2 tahun merantau sang suami, setelah tahun ke 2 kiriman yang didapatkan tidak setiap bulan melainkan menjadi setengah tahun sekali bahkan setahun sekali dengan kabar sang suami kadang ada kadang tidak. Akan tetapi ditinggalkan oleh sosok ayah selama 10 tahun bukanlah hal yang mudah (setidaknya itu dalam fikirku). Setiap hari hari mengurus ke-7 anaknya, yang mana 3 masih sekolah dasar, 2 masih balita dan 2 menginjak sekolah menengah. Ditambah lagi selama 3 tahun ini sang istri tidak mendapatkan kiriman atau kabar dari sang suami.

Rasa penasaranku memuncak dengan bertanya apakah ibu tidak punya keinginan untuk menikah lagi (10 tahun ditinggal kerja sang ayah, dengan kabar pulang yang tak kunjung didapatkan?. Pertanyaan kejam memang akan tetapi tetap kulontarkan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang dirasakan sang istri. “tidak mas, namanya juga sudah nikah ya diteruskan sampai selesa (ujung hayat, fikirku), nanti kalau waktunya pulang ya bapak bakal pulang”. Jawaban yang polos berbaur senyuman dari sang ibu yang jujur. Memang perempuan batu atas terkenal setia, mau suami kerja melaut bertahun-tahun, mau suami tidak berhasil dalam melaut, mau suami pendapatannya pas-pasan bahkan kurang, mereka tidak meninggalkannya karena egonya atau keinginannya atau hal lain yang dapat membuat dia pergi. Mereka memilih untuk setia.