Mutiara Hitam Batu Atas

Penulis: Adang Chumaidi, 02 November 2022
image
Lahan Tanam

Dusun Liwu merupakan salah satu dusun di desa batu atas liwu (desa penempatanku). Desa ini berada di atas gunung (kata masyarakat sekitar,meskipun bagiku rasanya masih bukit dengan ketinggian dibawah 500 mdpl). Uniknya di pulau dengan konstruksi keseluruhannya adalah batu vulkanik bawah laut. Didusun liwu ini terdapat secuil mutiara hitam yang dapat menumbuhkan tanaman hijau yang subur dengan hasil yang bagus (setidaknya teorinya seperti itu). Tanah yang ada di liwu tidak lebih dari kedalaman 1 meter. Tanah tersebut terbentuk dari budaya masyarakat membakar kebun setiap tahunnya dan sudah berlangsung lama sejak nenek moyang dulu. Jadi tidak heran di pulau berbatu ini terdapat tanah dengan kedalaman 1 meter.

Liwu merupakan desa tertua yang ada dibatu atas. Dimana nenek moyang tinggal pertama di batu atas sedangkan desa-desa pesisir merupakan pindahan dari desa liwu tersebut. Cukup aneh kurasa Dimana daerah kepulauan akan tetapi memiliki permukiman di atas bukit. Dimana umumnya daerah dengan potensi laut maka penduduknya juga akan mendekat ke potensi terebut. Usut punya usut masyarakat liwu menetap di atas bukit untuk menanam singkong. Dimana singkong tersebut akan dibuat menjadi kasuami atau sangkola (makanan pokok di batu atas, semacam kue singkong). Meskipun mereka tinggal diatas bukit, penduduk masihlah mengandalkan hasil laut untuk bertahan hidup maupun berdagang.

Berbicara tentang potensi tanah yang ada diliwu buatku semangat, dimana aku pribadi kurang tertarik dengan potensi lautan (memang bukan bidangku salah satu sebabnya). Semangatku runtuh tak kala banyak factor pertanian selain tanah yang sangat kurang di liwu ini. Factor penting penunjang pertanian disana sangatlah minim, seperti kebutuhan air yang tidak memadai, mereka mengadalkan air hujan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih mereka. “untuk mandi, cuci, minum aja pas-pasan mas, apa lagi buat nyiram tanaman” kata bapak yang tinggal diliwu ketika ku tanya tanaman diladangnya disiram atau tidak. Yah benar, ketersedian air untuk mengelola tanaman di liwu ini sangatlah terbatas.

Budaya menanam singkong disini ditujukkan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat itu sendiri (sedikit yang diperjualbelikan). Singkong disana ditanam dengan menanam batang singkong dimasa panen sebelumnya, jadi kualitasnya singkong dan jenisnya tidak beragam. Karena singkong tersebut hanya di siram pada musim hujan (disiram oleh hujan itu sendiri) dan pupuknya adalah kotoran kambing (mengikat kambing di sekitaran lahan) menjadikan singkong tersebut hanya bisa dipanen 6 bulan sampai 1 tahun sekali.

Tidak heran meskipun pulau batu atas memiliki lahan tanam, akan tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan pangannya. Bahkan mereka juga mengimpor (sebut saja membeli) singkong dari pulau Lombok. Umumnya singkong tersebut di bawa ketika orang yang mencari di kambala (tempat mencari telur ikan terbang) pulang ke batu atas, umumnya bulan 10 atau 11.