Panen Pare!!!

Penulis: Herlin Linia, 01 September 2022
image
Kolase Kegiatan Panen Pare (Padi)

Hai sobat Patriot!


Di kabar sebelumnya aku bercerita tentang masyarakat Desa Pamoseang dan kearifannya dalam menanam padi di sawah. Kalau ada proses tanam tentunya ada proses panen kan ya. So, here we go~…


Tunggu!


Kok Padi? Bukan Pare, jenis sayur berbentuk buah yang memiliki rasa pahit? Disinilah misterinya, mari temukan jawabannya!


Bertepatan 4 bulan pasca tanam, bulan Juni merupakan musimnya panen padi di Desa Pamoseang. Seperti sesuatu hal yang sudah membudaya, kegiatan panen pun tak luput dari kebiasaan gotong royong dalam prosesnya. Di bulan Juni ini, masyarakat senantiasa bahu membahu saling membantu memanen di setiap bidang sawah yang dijadwalkan panen pada hari itu.


Sepanjang bulan Juni tidak akan asing dengan suara mesin penggiling padi yang akan bersuara bertepatan dengan matahari membuyarkan sinarnya setelah beradu tatap dengan bukit-bukit yang menutupi jalan sinar pada semestinya. Yap! Benar, karena desa ini dikelilingi perbukitan maka pada jadwal yang seharusnya matahari mulai menyinari pemukiman warga agaknya terhambat karena harus beradaptasi pada tinggi bukut-bukit yang ibaratnya menjadi penjaga abadi desa sampai pada waktu matahari telah membumbung tinggi pada jarak yang semestinya barulah akan tampak sinar yang mencerahkan suasana sekitar pemukiman warga.


Ada yang bertugas menuai padi berbekal sabit tajam ditangan mereka. Sebagian lagi akan standbye dengan terpal di tangannya yang sewaktu waktu akan dibentangkan untuk mengumpulkan potongan padi-padi yang digeletakkan pada tempat-tempat tanpa pola disetiap titik abstrak pada bidang padi yang menjadi fokus panen.

Bagian paling epic adalah saat potongan padi perlahan tapi pasti dimasukkan kedalam penggilingan padi guna memisahkan batang dan daun dengan biji padi itu sendiri.


Sebelum lanjut, aku ingin menyampaikan informasi yang menurutku penting pada situasi ini. Berbeda tempat ataupun beda wujud maka padi seakan mengikuti alurnya dengan memiliki pergantian nama pada penyebutan “padi” itu sendiri. Saat masih menguning di hamparan bidang sawah dan batangnya masih berdiri kokoh, saat itulah dia bernama Pare—agaknya sudah menjawab pertanyaan di awal ya. Lanjut, saat biji padi sudah dipisah dengan organ utama penunjangnya akan tetap di sebut Pare? Ohh tentu tidak.


Disini, proses penggilingan tadi akan menghasilkan produk bernama Banneh. Iya Banneh, bukan Pare lagi. Unik bukan? Saat kita tahunya cuma kata Padi dan Beras, di Desa Pamoseang ini tidak. Bagaimana dengan Beras dalam bahasa mereka? Nanti yaaa akan disebutkan pada waktu yang tepat.


Balik lagi ke kata epic yang aku sebutkan tadi, karena proses nya memeng se epic itu— hahaha agaknya terlalu berlebihan ya. Ibarat kembang api yang diluncurkan ke udara, maka batang dan daun yang telah terpisah dengan biji—selanjutnya disebut Banneh ini akan keluar mesih penggilingan laksana kembang api dan berakhir menumpuk di satu titik dengan mandirinya. Apa selanjutnya? Yaps beralih ke sisi lain kita akan menemukan warga dengan seragam ibarat petani lebah karena katanya jika tidak berdandan demikian maka akan gatal-gatal, sakit bahkan luka karena hembusan Banneh yang keluar dari mesin sangat kencang.

Aku terhibur dengan pemandangan ini sebenarnya, karena proses demi proses ini tak pernah luput dari senda gurau warga desa bahkan tak jarang mereka dengan senang hatinya berkata,

“Lina, foto ma ka' saya” (trans: Lina, Foto saya)

“Lina, kasih rekam ini mi” (trans: Lina, coba rekam ini)

Bahkan ada yang bilang

“Ayoo pura-pura kerja mi ki' kita, itu Lina rekam kita. Sebentar masuk yutub mi” ki' kita (trans: Ayo, kita pura-pura kerja, itu Lina sedang merekam kita. Nanti kita masuk youtube)

Bagaimana aku tidak terpingkal mendengar gurauan itu?. Pura-pura kerja katanya hahaha sedangkan yang aku lihat dari pagi sampai menjelang dzuhur ini mereka tanpa henti kerja nya.


Akhir dari kegiatan panen ini apa? Tentu saja kegiatan bagi-bagi Banneh secara merata kepada mereka yang membantu.

Harusnya aku dapat juga ya karena meskipun membantu sedikit setidaknya aku turut andil hahaha. Tidak, hanya bercanda. Jikapun diberi akan sangat tidak tahu malunya aku. Jadi tidak, lebih baik memang tidak dari awal karena jika memang tawaran itu datang maka akan sangat sulit ditolak menginat sifat mereka yang sangat sarat akan kegiatan berbagi.

Banneh disisakan 2 karung oleh pemilik bidang sawah. Sengaja, untuk dibagi rata.


Begitu terus proses yang terjadi sepanjang 1 minggu awal di Bulan Juni. Sampai pada waktu menjemur padi ehh maksudnya Banneh.

Banneh dijemur sampai kering dan siap untuk disimpan dalam lumbung padi sebagai tabungan untuk beberapa bulan kedepan. Ada juga yang di jual tapi bukan dalam bentuk Banneh.


Nah, setelah Banneh kita akan beralih nama menjadi Bea’. Sebutan untuk Banneh yang sudah di jemur dan dipabrik hingga menyisahkan butiran putih yang biasa kita kenal sebagai Beras. Bagaimana dengan Beras yang sudah dimasak? disebut apa jika di Desa Pamoseang?

Bo’Bo’. itu sebutan Nasi versi warga desa.


Sobat Patriot, begitulah kesibukan warga desa di awal Bulan Juni ini. Untuk informasi, Saat ini ketika aku memberikan kabar ini, bidang-bidang sawah warga sudah ditanami kembali. Cepat sekali bukan?


Bagaimana sobat patriot, sudah tahu bukan perbedaan 4 kata yang berkaitan dengan makanan pokok kita?

Oke, sepertinya kabar ku kali ini sampai disini. Sampai bertemu di kabar-kabar selanjutnyaaa.


Salam hangat,

— kabar dari Patriot Mamasa

Lina