Perjalanan Mendengar 4; Cerita si Pulpen 4 Warna

Penulis: Asri Devi Yanty, 31 August 2022
image
Teman kecil, nama&tanda tangan dan pulpen 4 warna

Perjalanan Mendengar #4; Cerita si Pulpen 4 Warna

Jauhnya perjalanan sudah seharusnya membuat kita menyadari bahwa kita kecil dibanding dunia ini apalagi dibandingi oleh sang pemilik semesta. Perjalanan ini terlihat akan selesai , tapi nyatanya perjalanan akan terus berlanjut sampai akhirnya sang pemilik semesta yang mengatakan harus berhenti.

           Cerita ini sebenarnya kilas balik di awal perjalanan aku dan tim ketika harus hidup nomaden; dari satu desa ke desa untuk melakukan survey desa yang belum belistrik. Ada satu desa namanya Desa Ahilulu, seperti desa yang lain-lain disini kami hidup menumpang di rumah Bapak Kepala Desa. Seingat saya, kami bertahan di desa ini selama 3 hari. Siang itu selesai berkeliling desa untuk mengobrol singkat dengan beberapa warga, saya mendekati gombrolan anak-anak kecil yang sedang bermain. Mereka penasaran siapa saya tapi seperti kebanyakan anak desa pada umumnya mereka juga ramah pada orang baru. 

           Dari rasa penasaran itu, mereka pun akhirnya mau diajak untuk mengobrol. Di sela mengobrol, sepertinya mereka penasaran dengan apa yang aku pegang. Padahal saat itu yang aku pegang hanya buku kecil dan pulpen. Dan ternyata mereka penasaran dengan pulpen 4 warna yang ku miliki. Pulpen itu adalah pulpen yang ku dapat sewaktu pelatihan di PPSDM. Walau tidak membeli sendiri pulpen itu tapi sudah di pastikan bahwa pulpen itu mudah sekali di dapat kalau kita hidup di kota, tak sulit mencarinya apalagi sekarang banyak online shop. Kita hanya perlu hp, koneksi internet dan aplikasi belanja online dan menunggu, lalu barang yang kita inginkan akan datang. Tapi ini beda situasinya, mereka di desa yang aksesnya saja susah. Jangankan jaringan internet, listrik saja belum masuk di desa ini.

           Rasa penasaran dan excited mereka terhadap pulpen 4 warna yang kumiliki membuat rasa hatiku penuh. Hal sesederhana itu yang mungkin untuk kebanyakan orang adalah hal biasa tapi bagi mereka itu adalah hal baru. Lalu mereka memberanikan diri untuk meminjam pulpen itu dariku, dan menulis nama mereka satu persatu-satu di buku kecil yang juga kubawa. Dengan senang hati aku meminjamkannya untuk mereka. Menyadari bahwa hal kecil yang kita miliki tak selamanya juga menjadi kecil bagi orang lain. Lalu mungkin saja hal besar yang kita miliki juga bisa jadi kecil bagi orang lain. Lalu akan membuat kita tersentak, bahwa tak ada yang harusnya bisa membuat kita sombong ketika kita hanya tinggal di dunia yang fana ini.