Pawai Budaya HUT RI

Penulis: Ravika Lisa Indra, 30 August 2022
image
Tim Pawai Budaya Desa Tamma

Peringatan HUT RI kali ini merupakan peringatan yang meriah, setelah beberapa tahun tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan secara berkerumunan atau beramai karena masih dalam kondisi pandemic Covid-19. Semua kalangan masyarakat dan instansi pemerintahan menyambut baik kegiatan pawai budaya yang dilakukan dalam rangka HUT RI 77 dengan harapan bersama “Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat”.

Kegiatan pawai ini diselenggarakan oleh pemerintah Kecamatan Pahunga Lodu, dan diikuti oleh seluruh desa dan instansi pendidikan yang ada di Kecamatan Pahunga Lodu. Setiap tingkatan sekolah maupun desa menampilkan dan memperlihatkan kondisi atau budaya yang ada di lingkungan wilayah masing-masing.

Desa Tamma menjadi salah satu peserta pawai HUT RI 77. Dalam kegiatan pawai, desa Tamma mengangkat konsep kembali ke budaya asli nenek moyang orang Sumba dan memperlihatkan hasil pangan yang melimpah, serti jagung dan singkong. Kepala desa, perangkat desa, TP-PKK, dasawisma, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan dan masyarakat desa Tamma yang masih sanggup jalan ambil andil dalam memeriahkan pawai Desa Tamma.

Pawai dengan konsep kembali ke budaya asli sama-sama dipergunakan secara kompak oleh tim Desa Tamma. Sumba itu identic dengan penggunaan kain, sarung yang diselipkan di pinggang bagi kaum perempuannya, dan kain kalambung untuk laki-laki. Pada zaman sekarang ini kain yang digunakan sudah banyak motif dan warna yang mengikuti perkembangan zaman, dan bahwakan untuk pulau Sumba sendiri memiliki perbedaan di setiap Kabupatennya.

Kelengkapan pakaian perempuan Sumba yang digunakan tim Desa Tamma yaitu penggunaan sarung yang diselipkan di pinggang, baju borkat yang dimasukan kedalam, adanya mahkota dikepala yang disebut “tiduhai” lengkap dengan kain pelingdungnya, anting emas, kalung dan gelang dari batu yang disebut “muti”, liontin kalung seperti rahim yang disebut “mamuli”, serta dilengkapi tempat sirih pinang “bola hapa”. Sedangkan kelengkapan pakaian penggunaan kain panjang yang disebut “kalambung” yang melilit sampai ke badan, pengikat dengan akar kayu yang di anyam menjadi ikat pinggang, pelutup kepala dari lilitan kain, dan membawa parang.

Saya yang tidak bisa menggunakan sarung yang diselipkan saja kemudian berjalan jauh, maka diperbolehkan untuk mengikatnya dengan menggunakan kain lagi, dan tidak boleh kainnya dibuhul serta baju harus dimasukan ke dalam. Saya bangga jadi warga Indonesia dan mengenal budaya yang unik serta beragam. Jayalah Indonesia Merdeka!