Tradisi “Hapa” Masyarakat Sumba Timur

Penulis: Ravika Lisa Indra, 31 July 2022
image
Happa (Kapur, buah sirih dan pinang)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas, tersebar dari barat hingga ke ujung timur. Selain itu Indonesia juga kaya akan keragaman budaya dan tradisi di setiap wilayahnya. Tradisi dan budaya selalu dijaga dan dilestarikan oleh generasi-generasi penerusnya hingga saat ini. Ini bertujuan supaya kebudayaan nenek moyang tetap terlestarikan hingga masa yang tidak diketahui.

Sumba Timur, merupakan daerah bagian dari Timur Indonesia yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di pulau Sumba. Banyak hal-hal unik yang dapat dipelajari dari Kabupaten Sumba Timur, salah satunya tradisi masyarakat yang menyambut kedatangan sesorang ke rumahnya. Tradisi ini dikenal dengan menyirih atau sirih pinang, atau di bahasa Sumba Timur disebut dengan “happa”.

Happa adalah bentuk penyambutan tuan rumah terhadap tamu yang datang kerumahnya, baik itu tamu dari keluarga maupun orang yang belum dikenal. Setiap rumah akan selalu menyuguhkan happa kepada yang datang, baik happa lengkap maupun hanya tempat happa sendiri yang disuguhnka tanpa isi. Ini sebagai bentuk bahwa tuan rumah menerima kedatangan tamu yang masuk kedalam rumahnya.

Menyirih atau happa itu sendiri merupakan kebiasaan masyarakat sumba untuk mengunyah sirih (yang digunakan yaitunya buah sirih), pinang (pinang yang dikeringkan) dan kapur sebagai pelengkap. Ketiga unsur happa dimakan mulai dari pinang, lalu sirih yang dicolek kapur yang dapat memberikan warna merah. Tak hayal ada juga para orang tua menggunakan tambahan tembakau sebagai pelengkap happa.

Setiap rumah masyarakat Sumba yang di desa, akan ditemukan bercak-bercak merah pada lantai atau halaman rumah. Ini merupahan tanda bahwa rumah tersebut masih membuadayakan tradisi happa, karena air hasil kunyahan sirih,pinang dan kapur katanya tidak boleh ditelan dan harus dibuang supaya tidak menyebabkan mabuk atau pusing. Bercak merah itu berasal dari air ludah setelah mengunyah happa yang garus dibuang.

Untuk orang baru seperti saya, masyarakat Sumba tidak memaksa untuk bisa melakukan happa bersama tetapi mereka sangat menghargai kebersamaan maupun perbedaan yang ada. Dan juga untuk yang belum terbiasa melakukan happa akan menyebabkan kemabukan, pusing atau mual, karena ada rasa pedas, kecut dan panas dari komposisi pinang, sirih, dan kapur itu sendiri.