Hati, Bahagia, dan Membahagiakan

Penulis: Asratul Hasanah, 31 July 2022
image
Para Guru Inyam

Ketika keluar desa dua bulan lalu, anak-anak berpesan, “Kak Ala, nanti bawain kami buku ya.” Aku tertegun, senang sekali story telling tentang pentingnya membaca buku membuat tumbuh keinginan membaca mereka. Di sisi lain, pundakku terasa berat, menerima harapan itu. Bertemu sinyal, kucoba bertanya pada beberapa teman, mencari dan menghubungi teman-teman komunitas yang bergerak di bidang literasi. Mengajak bersinergi, membantu pengadaan buku-buku bagi anak-anak di desa. Usaha itu belum menemukan terang. Di dalam telepon, Abi menyarankan, “Di tempat Ala ada yang jual alat tulis, kan? Beli aja dulu yang kecil-kecil, yang sederhana, kayak penghapus, pensil. Ada nggak yang jual? Bawa itu aja dulu untuk anak-anak. Ingat, bukan tergantung pada besar atau kecilnya.”

 Membawa pesanan Abi, aku kembali ke desa. Tanpa bisa memenuhi harapan mereka. Kegiatan pun dilanjutkan. Seadanya, memaksimalkan apa yang dimiliki. Mendengar ada hadiah, anak-anak semakin banyak yang datang. Pulang dengan masing-masing mengantongi pensil atau penghapus. Besoknya, ketika berkeliling desa ada seorang ibu menyapaku, “Ala, kemaren si Ojib ikut kegiatan sama Ala, kan? Tau nggak, Ala? Itu dia dari kemarin nggak berhenti ceritain Ala, senang sekali dikasih penghapus.” Aku tertegun, terharu. Senang sekali dari benda kecil itu bisa membawa bahagia bagi Ojib. Abi benar. Bukan tergantung nilainya, Ala. Jika niatnya ingin membahagiakan, maka itu akan sampai pada mereka. Jika dilakukan dari hati, maka akan sampai pada hati-hati lainnya.

(Sambung --> Anak-Anak Terang)