“Ayem nona!”, Kebaikan Mama di Desa berketinggian 1256 MDPL

Penulis: Eva Zakiyah Nurhasanah, 25 February 2022
image
Ke Kebun Mama Yuliana, panen petatas dan daun singkong

oleh Eva Zakiyah Nurhasanah


Konon menurut beberapa pihak daerah Pegunungan Arfak dikatakan sebagai Kabupaten yang menutup kesempatan masyarakat pendatang memiliki dan menguasai daerahnya. Hal tersebut mencakup kepemilikan lahan, pertokoan, pendirian rumah ibadah dan lainnya. Salah satu bukti nyatanya adalah adanya larangan pembangunan rumah ibadah selain agama kristen di pusat kabupaten. Sehingga Pegunungann Arfak merupakan kabupaten yang tidak memiliki masjid, sebagaimana kabupaten lainnya yang ada di Papua Barat. Kabupaten ini senyap dan sepi tanpa suara adzan sama sekali. Langkah ini dibuat sepertinya untuk mencegah para pendatang dalam menguasai wilayah kabupaten Pegunungan Arfak. Ini pilihan yang baik untuk mempertahankan wilayah lokal, tetapi kekurangannya adalah pertumbuhan dan perkembangan beberapa bidang di kabupaten menjadi lebih lambat dari wilayah lain yang memilih untuk bekerja sama dengan pihak eksternal dalam pembangunan daerah.

Coisi merupakan salah satu desa yang terletak di sebuah lereng gunung di pegunungan Arfak yang waktu tempuhnya dari pusat kota provinsi Papua Barat (Manokwari) sekitar 2,5 – 3 jam menggunakan mobil double cabin (hilux 4 x 4). Kampung ini didominasi oleh suku hatam, yang membedakannya dengan suku lain adalah dalam segi berbahasanya. Desa ini ramai dengan penduduk asli yang tinggal menetap, berbeda dengan desa-desa lain yang warganya lebih memilih tinggal di kota dibandingkan di desa. Inilah salah satu khas dari kampung-kampung di daerah Kabupaten Pegunungan Arfak yaitu rendah bahkan tidak ada sama sekali pendatang yang tinggal menetap di desa, seperti di desa Coisi ini.

Meskipun saat ini tidak ada pendatang yang menetap tinggal di desa Coisi, enam tahun lalu pernah ada seorang guru perempuan asli toraja yang tinggal di kampung ini selama tiga tahun lamanya. Dibalik rendahnya pendatang yang tinggal di desa tidak membuat warga lokal di desa ini mengindari atau melarang pendatang untuk tinggal beberapa waktu di kampungnya. Warga lokal di desa Coisi ini didominasi oleh penduduk yang ramah dan bersikap menerima pendatang, yang bertujuan jelas dan baik bagi daerahnya. Sehingga saat patriot menyampaikan tujuan dan maksud untuk tinggal di desanya mereka bersuka hati dan tidak menolak kedatangan kami sebagai orang baru di kampungnya. Bahkan ada hal menarik yang tidak disangka-sangka oleh orang-orang yang beranggapan bahwa orang papua itu sangat berhati-hati dalam menawarkan makan pada orang-orang baru. Tetapi statement itu tidak berlaku bagi seorang mama dan keluarganya yang merupakan warga lokal asli dari kampung Coisi ini.

Pertengahan desember lalu, dua patriot sampai di kampung Coisi, yang beberapa hari sebelumnya sudah datang ke desa ini untuk menghadiri kegiatan launching program SPEL dan APDAL sekaligus menitipkan tas 75 liter mereka di rumah mama Yuliana. Selama tujuh hari di desa, kami beberapa kali diajak makan bersama dengan mama beserta keluarganya. Mama mengatakan, “Ayem nona!” (bahasa hatam) yang artinya “Mari makan, nona”. Anak pertama mama mengatakan “Yang mama ajak untuk makan itu tidak hanya kalian saja, tetapi sejak dulu juga mama sering mengajak makan orang-orang pendatang yang berkunjung ke desa ini. Seperti para TNI yang dulu datang untuk peresmian jalan di sini”. Tradisi memberi makan para pendatang ini melekat di diri mama yuliana, beliau tidak pandang bulu untuk membagikan makanan ataupun yang lainnya. Ternyata kebiasaan ini sering dilakukan juga antar warga, seperti saling memberi hasil sayuran yang sudah dipanen atau saling memberi kayu bakar untuk perapian di rumahnya.

Menu yang disajikan kepada kami memang bukan menu mewah sekelas hotel bintang lima, tetapi ini sungguh makanan istimewa yang dimasak dengan ketulusan hati dan rasa cinta dari mama yuliana. Menu makanannya adalah petatas rebus dan tumis daun labu yang rasanya begitu nikmat saat kami santap untuk makan malam. Tidak hanya mama, keluarganya pun begitu hangat dan baik pada kami -orang baru yang belum dikenal-. Jangan takut dijahati oleh orang lain, karena nyatanya banyak sekali orang baik yang datang mengulurkan tangan untuk membantu kita. Pemilik semesta memiliki stok orang baik tanpa batas di bumi ini, dan pertolongan-Nya sungguh sangat cepat, asalkan kita memohon dengan serius serta percaya penuh pada-Nya. Ah, selamat Berproses di manapun kita berada. Saksikanlah kawan, sepuluh bulan kedepan, akan banyak orang-orang baik yang saling berdatangan di desa tempat kita Live in meskipun pasti ada juga yang hadir menguji kesabaran kita.