Kuliner Indonesia Timur

Penulis: Wahyuningsih, 15 July 2022
image
Tikus hutan hasil buruan untuk lauk makan malam

Dari banyak hal yang menjadi tantangan saat merantau, salah satu yang sangat sulit untuk diadaptasikan adalah makanan. Jenis makanan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan budaya setempat. Sebagai orang Jawa yang bertugas di Papua, saya harus siap beradaptasi dengan jenis makanan yang sangat berbeda. Masyarakat Papua mengkonsumsi papeda yang terbuat dari sagu sebagai makanan pokok. Hal ini dikarenakan pohon Sagu banyak tumbuh di dataran Papua.

Namun, yang cukup mengejutkan adalah ketika saya berada di Jayapura, ternyata tidak mudah untuk menemukan makanan otentik Papua seperti Papeda. Justru kuliner-kuliner dari Jawa yang sangat mudah ditemukan di pinggir jalan, seperti nasi kuning, nasi goreng, bakso, mie ayam , dll. Hal ini tentu saja dapat dipahami karena di kota besar banyak perantau dari berbagi daerah di seluruh indonesia. Jika ingin menikmati kuliner Papua yang benar-benar otentik, maka kita harus berkunjung ke kampung-kampung, dimana kita tidak hanya akan menemukan papeda, tapi juga beberapa makanan eksotis seperti ulat sagu, soa-soa, tikus hutan dan kus-kus, jika masyarakat sedang beruntung dalam berburu.

 

Papeda merupakan tepung sagu yang disiram dengan air panas kemudian diaduk dengan cepat sehingga teksturnya berubah seperti lem yang pekat. Papeda biasanya disajikan dengan lauk ikan kuah kuning, tapi jika masyarakat tidak mendapatkan ikan, maka dicocol dengan sambal saja sudah cukup nikmat. Beruntungnya bagi saya, mulut dan perut saya masih dapat menerima rasa dan tekstur papeda. Selain dibuat papeda, masyarakat juga mengolah sagu menjadi sagu bakar. Sagu dapat dibakar menggunakan cetakan dari tanah liat yang disebut “porno’’ bisa juga dibakar di dalam bambu. Sagu bakar inilah yang masih belum cocok untuk saya. Bagi saya teksturnya terlalu keras, meskipun dimakan dengan dicelup ke dalam minuman kopi, masih terasa kering di kerongkongan.

 

Bentuk adaptasi makanan sebagai pendatang di kampung adalah pilihan menu yang sangat terbatas dan asupan protein yang hanya didapat dari ikan. Saya masih ragu untuk mencoba makanan-makanan eksotis sebagai sumber protein yang biasa dikonsumsi masyrakat seperti ulat sagu, soa-soa, kus-kus dan tikus hutan. Namun, dengan melihat langsung masyarakat mengolah dan memakannya, saya sudah cukup senang dan tidak lagi penasaran.