TONG SU KENA MALARIA

Penulis: Ria Puspita Ayu Oktavia, 12 June 2022
image
para alumnus malaria

“Makan yang banyak, kalau su capek kerja istirahat sudah. Jangan terlalu kerja berat e, nanti ko kena malaria.” Lagi lagi wejangan seperti itu yang didapat.


Malaria dan Papua sudah seperti dua sejoli. Keduanya seperti sudah melekat dan menjadi ciri khas di Papua. "Belum ke papua kalau ko belum kena malaria" begitu katanya. Endemi penyakit malaria menjadi momok tim kami saat mendapatkan tugas disini. Berbekal minyak sereh, lotion anti nyamuk, pil kina yang dibawa dari Jakarta kami siap menuju ke Papua. Di papua ada 2 jenis malaria yang familiar yakni tropika dan tertiana dengan berbagai level. Dari level 1 sampai level 4. Semakin ke atas semakin parah levelnya. Kedua jenis malaria ini sama bahanya. Kalau tropika sifatnya akut, sedangkan tertiana tidak akut namun akan kambuhan.

Pertama kali sampai di Papua mendapat banyak sekali petuah agar jangan sampai kena malaria. Kalau sekali kena malaria, bakal susah kedepannya. Saat koordinasi ke Dinas Kesehatan, mendapat banyak wejangan gak lupa juga mendapat oleh oleh kelambu anti nyamuk malaria agar dipakai saat di kampung. Malaria seperti semacam ciri khas dari Papua. Sampai orang sini punya banyak sekali petuah dan juga candaan soal malaria, seperti berikut

"Baru malaria disini jahat e, bisa bikin ko macam orang gila"

“Makan yang banyak, kalau su capek kerja istirahat sudah. Jangan terlalu kerja berat e, nanti ko kena malaria.” Lagi lagi wejangan seperti itu yg didapat. Banyak orang yang menyarankan hal seperti itu. Makan dan istirahat jangan lupa.

Kami, tim Kabupaten Kepulauan Yapen berusaha agar selama di Papua tidak kena sakit malaria. Mulai makan teratur, tidur pakai lotion anti nyamuk kadang juga kelambu. Sebisa mungkin mencegahnya, efek sampingnya rata-rata berat badan kami naik drastis ini yang dikatakan menggendut bersama. Tapi ternyata usaha kami ternyata gagal hampir semua kena malaria, dari 6 orang cuma 1 yang belum sakit malaria, Billy. Yang lain pernah sakit dan saling bergantian kambuh setiap bulannya. Selalu ada saja yang tumbang.

Selama 7 bulan penugasan di Papua, Lama lama malaria sudah menjadi teman. Kadang kambuh, kadang engga. Seperti orang sini sedari kecil sudah bersahabat sekali. Dari anak anak sampai tete dan nenek pasti sudah kena malaria. Malaria tertianakah, tropikakah atau mix keduanya. Stok obat malariapun banyak sekali dirumah Yang bikin heran anak anak kecil belum masuk SD dengan lancarnya menyebut berbagai jenis obat malaria berdasar gejala sakit malarianya. Pas dengernya keren tapi juga miris.

Saya sudah 3 kali sakit malaria. Saya selalu kambuh sakit malaria saat di kota. Dan yang terakhir kemarin bulan Mei, pertama kali sakit malaria di desa. Tanggal 25 Mei 2022, tiba-tiba saya pusing, demam dan mengigil sepanjang malam. Besok paginya sudah mendingan, mau cek ke Puskesmas yang ada didesa sebelah tutup karena peringatan hari kenaikan Isa Almasih terpakasa menunggu besok untuk cek lab. Sore menjelang malam gejala seperti malam sebelumnya muncul lagi. Ya bermodal paracetamol berharap semoga cepet sembuh. Pagi jam 9 maksain badan untuk berjalan ke puskesmas meski kepala rasa pusing-pusing. Mama menawarkan mau menenami saya ke puskses, ah saya menolak tidak mau merepotkan mama. “Mama dirumah saja, sa jalan sendiri bisa.” kata saya sok kuat. Saya jalan pagi ke puskes. Tiba tiba orang kampung bilang ko mau ke puskes? Kakak sakit apakah? Kaget, sekelihatan itu saya sakitkah. Kira kira 15 menit jalan akhirnya sampai puskes dan ya puskesmas tutup. Rumah dokter dan suster juga tutup. Tanya ke orang di sekitar katanya puskes tutup karena ada himbauan dari Bapak Bupati untuk tutup dalam rangka peringatan hari kenaikan Isa Almasih. Alhasil gagal cek lab.

Berulang kali mama induk semang menawarkan berbagai jenis obat termasuk obat malaria supaya saya sembuh. Tapi mama tidak memaksa karena belum cek lab, apakah malaria atau bukan. Saya juga ragu untuk meminumnya. Dirumah, mama, bapak dan adik menjaga dan merawat saya saat sakit. Selalu menyediakan makanan supaya jangan telat makan. Selalu menyuruh saya untuk istirahat, tidak membolehkan saya membantu pekerjaan rumah. Pada sore hari, saat ngobrol bercanda dengan keluarga induk semang. Saya mulai mengeluhkan tiba-tiba badan terasa demam. Saya izin masuk ke kamar untuk istirahat. Badan mulai terasa panas tinggi,

Saat makan malam, ada sayur untuk makan malam kami. Tetapi melihat kondisi badanku yg sedang sakit. Malam-malam bapak molo (menyelam menangkap ikan) di laut mencari lauk untuk makan saya. “Baru kakak sakit, tra bisa cuman makan sayur. Kitong harus cari ikan buat kakak. Biar cepat sembuh to” kata bapak. Terharu sekali dengan cara bapak dan mama saat merawat aku disini. Saat sakit saya merasa sangat merepotkan orang di rumah. Keesokan harinya saya berpamitan berangkat ke kota, untuk cek lab dan berobat lebih lanjut. Dan ya benar saja hasil lab menunjukkan saya positif malaria tertiana plus 1 selesai cek lab mendapatkan oleh oleh berbagai jenis obat malaria. Dilain waktu mama menelfon menanyakan kabar apakah masih sakit? Malariahkah bukan? Baru su minum obat? Aaa rasanya sangat terharu dengan cinta kasih orang rumah yang sangat baik.

Sebenarnya sakit malaria ga semuanya bergejala seperti itu. Tergantung imun tubuh masing-masing. Ada juga yang masih kebal dari malaria, kaya si Billy yang belum kena malaria sama sekali. Malaria bisa saja dicegah kalau makan teratur, gerak engga mager, hidup sehat. Kami sudah mencoba seperti itu tapi itu lagi, ya kami sering telat makan dan magernya. Sehabis kambuh malaria di kampung itu, lebih teratur makan dan jaga kesehatan supaya jangan kambuh malaria lagi. Untuk kalian jangan lupa kesehatan, kalau sudah sakit ga enak banget loh.