Kisah Perempuan di Pegunungan Arfak, Papua Barat

Penulis: Eva Zakiyah Nurhasanah, 05 April 2022
image
Ariance dan Andris

Hai Patriot di seluruh pelosok negeri!

Perkenalkan, ini salah satu anak perempuan di kampung Coisi, Distrik Minyambouw Kabupaten Pegunungan Arfak, akrab dipanggil Ance (14 tahun). Salah satu kekagumanku terhadap orang-orang papua adalah bagaimana para mama mendidik anak perempuannya untuk tangguh tapi penuh kasih sayang. Bukan hanya orang-orang jawa yang katanya lemah lembut penuh kasih sayang, aku tidak sepenuhnya menyetujui statement tersebut. Karena satu fakta yang ku temukan di lapangan di Papua Barat sini, aku melihat langsung bagaimana para mama dan anak-anak perempuan di Papua juga memiliki kasih sayang yang begitu besar dan tulus.

Hampir setiap perempuan yang kutemui di kampung tempat ku ditugaskan di Papua sini, mereka memiliki kaki-kaki yang kuat untuk berjalan hingga puluhan kilometer dengan membawa beban di kepalanya bahkan seringkali berjalan tanpa alas kaki. Medannya tentu tidak rata dan bukan jalan lurus, track perjalanannya berliku, berbatu, penuh tanjakan dan sesekali ada turunan. Para mama pergi kebun 5-6 kali dalam seminggu, tak jarang berangkat pagi pulangnya sore hari. Bukan tanpa alasan, ini salah satu pengorbanannya agar anak-anak dan keluarganya bisa makan sayur setiap hari.

Lalu siapa yang mengurus rumah dan adik-adik kecilnya di rumah? Siapa lagi jika bukan anak-anak perempuan yang sejak mereka usia empat atau lima tahun sudah diberi tanggung jawab untuk mengerjakan urusan rumah, seperti menyapu, mencuci piring dan pakaian, memasak hingga mengurus adik kecil. Bukannya sang mama tak sayang pada anak perempuannya, justru mama melatih anak perempuannya untuk mandiri dan dewasa. Analisisku, sepertinya pelatihan atau pendidikan yang diberikan inilah yang menjadikan anak-anak di sini sudah menikah sejak usianya masih belasan tahun.

Mungkin jika dilihat dari angka, mereka memang masih sangat muda. Tapi dalam segi kedewasaan, mungkin mereka sudah siap menimba tanggung jawab tersebut. Pernah ku dengar, ada yang mengatakan bahwa perempuan-perempuan di sini jarang sekali sekolah hingga tingkat yang lebih tinggi karena sudah menikah, harus mengurus anak dan rumahnya. Lalu aku berpikir lebih jauh, dan menyimpan banyak harapan, jika suatu hari nanti, akan banyak mama-mama papua yang sekolah tinggi dan tetap membesarkan juga mengurus rumahnya dengan sangat baik.

Salah satu langkah kecil untuk mewujudkan itu adalah pelan-pelan menanamkan kesadaran pada anak-anak bahwa pendidikan itu dibutuhkan dan penting bagi kehidupan mereka selanjutnya bahkan bagi Papua di kemudian hari. Tak terbayang, papua ini akan sekeren apa ini nantinya. Dibalik kisah ada yang mengatakan bahwa orang-orang papua itu keras? I suppose that it’s not entirely true. Tolong, jangan menjudge siapapun hanya dari cerita orang lain yang didengarnya, apalagi jika belum mengenalnya lama dan sangat dekat.


Terima kasih untuk kesempatan belajar yang begitu berharga ini.

Semoga setiap harinya, ada makna dan hikmah yang didapatkan.

Hidup Indonesia! Merdeka!