Perjalanan Mendengar #2: Kapal dan Manusia Ajaib

Penulis: Asri Devi Yanty, 03 April 2022
image
Manusia Ajaib

Manusia itu sudah hakikatnya seorang pembelajar, tidak harus dengan sang ahli, dengan siapapun tanpa terkecuali kita bisa belajar. Kadang kita lupa atau bahkan tak menyadari awal mula seorang pembelajar adalah dengan menajadi pendengar. Ini rumus nomor satu. Walau kadang sifat egois manusia mengalahkan semua. “Sudah tahu”, katanya sebut saja manusia. Padahaal kita tidak dituntut untuk pura-pura tidak tahu ketika kita tahu, tapi kita hanya perlu mendengarkan sampai semua selesai.

Dari hal-hal sederhana inilah kadang semuanya bermula jadi hebat. Dan di sinilah semua hal itu bermula; tempat baru, orang-orang baru, suasana baru dan banyak lagi yang baru-baru. Hih, aku start dari mana nih? Bingung? Pasti. Gapapa, sepertinya aku lupa rumus nomor satu. Iya, mendengarkan. Perjalanan ini jauh lebih ringan ketika kita menempatkan diri kita sebagai manusia pembelajar; mendengarkan. Ya, setelah melewati beberapa fase, akhirnya aku memiliki tempat live in. Laonti nama desanya, desa yang hanya bisa ditempuh dengan kapal kayu yang ukuran tidak bisa dibilang besar tapi juga tidak bisa dikatakan kecil, maka kita sepakati itu kapal kayu yang memiliki ukuran sedang. Tapi jangan kaget jangan heran, kapal ini bisa memuat sepeda motor sampai 8 unit. Hah? Entah karena aku pendatang makanya heran atau ini memang sesuatu yang biasa aja. Belum lagi perjalanan kapal itu memakan waktu selama 4-8 jam perjalanan. Loh, kok selisihnya bisa sampai 4 jam? Iya karena ini semua tergantung kondisi si kapal. Kalau kamu beruntung kamu bisa menaiki kapal yang bagus dengan waktu tempuh kurang lebih 4 jam aja. Kalau lagi kurang beruntung, kamu bisa saja menaiki kapal yang kondisi mesinnya mati di tengah jalan, jadilah perjalanan itu sampai 8 jam.

Namanya juga perjalanan, penuh kejutan dan itu yang membuat semua jadi lebih seru, kan? Bertemu orang-orang baru membuatku senang mendengar, kadang ini juga muncul karena rasa yang amat penasaran terhadap mereka. Penuh pertanyaan, ‘kenapa?’. Sebagai contoh, anak-anak desa itu bisa excited sekali ketika melihat pulpen warna-warniku. Excited mereka tuh bisa sampai ke rasa bahagia dan itu sungguh nular. Kayak hal sesederhana ituloh bisa buat kamu bahagia. Tuhkan, lagi-lagi emang kita tuh bisa belajar dari siapa aja, tidak terkecuali anak kecil. Banyak hal yang buat aku belajar dari mereka; bagaimana pola pikir mereka yang kadang dituntut dewasa karena pola asuh orangtua, gimana akhirnya mereka bisa berpikir kenapa harus sekolah, kenapa harus punya cita-cita dan banyak lagi. Ah, kadang sikap mereka juga buat aku terharu. Cerita itu ketika, kami mau pulang sehabis mengaji di masjid tetapi ternyata hujan, mereka dengan tiba-tiba menawarkan paying yang ada dirumah salah satu dari mereka dengan konsekuensi mereka kehujanan. Walaupun itu sebenarnya salah satu ajang permainan mereka, tapi yang aku lihat adalah inisiatif mereka itu sungguh membuat terharu.

Maka doaku adalah semoga mereka terus menjadi pribadi yang baik dan terus mau berteman denganku sampai akhir penugasan atau bahkan sampai nanti ketika ada kata pisah. Masih terus mempercayai bahwa kebaikan akan bersama orang-orang yang ikhlas dan tulus.