Punti itu Pisang

Penulis: Herlin Linia, 20 March 2022
image
Punti

Disini, di Desa Pamoseang. Selain suasana desa yang luar biasa asri, penduduknya pun tak kalah asri. Kebaikan hati mereka tidak bisa diragukan lagi. Kamu ingin ini? Ambil. Kamu butuh ditemani? Tinggal panggil. Hanya saja, letak dusun-dusun yang berjauhan membuat sedikit kesulitan. Tapi tak mengapa. Itu akan menjadi tantangan tersendiri dalam perjalanan membelajari apa yang sepatutnya dipelajari.


Terdiri dari 6 dusun yang sudah pasti jaraknya berjauhan itu, ada dusun yang wilayahnya ditumbuhi pohon-pohon pisang. Dusun Rante Lelamung, Rante: Dataran, Lelamung: Rambutan. Aneh ya? nama dusunnya dataran rambutan tapi yang banyak ditemukan malah pohon pisang. pada zamannya memang banyak pohon rambutan, namun lambat laun pohon rambutan nya mati atau ditebang karna tidak bisa berbuah lagi. Ada lagi nama lain untuk dusun ini, masyarakat lokal menyebut dusun tersebut dengan nama Dusun Salu Ali (Salu: Sungai). Tidak ada keanehan lagi jikalau dalam perjalanan mempelajari desa, masyarakat lokal akan menyebut nama dusun/wilayah mereka dengan nama yang berbeda dari informasi resmi yang di dapat. Karena faktanya, masyarakat desa lebih nyaman menyebut dusun/wilayah mereka dengan nama yang sudah dipakai oleh dari zaman nenek moyang ketimbang nama resmi yang tercatat di database.


Dusun kedua yang akan dijumpai jika kita berjalan masuk perkampungan Desa Pamoseang, Dusun Rante Lelamung selain memiliki banyak pohon pisang di wilayahnya tetapi juga sebagai dusun yang masyarakatnya banyak mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Tidak menjadi hal aneh jika masuk wilayah perkampungan Dusun Rante Lelamung akan banyak ditemukan para wanita baik yang sudah berumur maupun yang masih remaja memakai cadar.


Keunikan lain adalah semua masyarakat penghuni Dusun Rante Lelamung memiliki ikatan persaudaraan yang erat. Menurut informasi dari masyarakat itu sendiri, bahwasanya di dusun ini tidak ada orang asing. Hanya saya, patriot Lina yang orang asing disini. Selain itu tidak ada orang lain, para persepupuan maupun anak-anak yang sudah membuat rumah sendiri memisah dari orang tua namun tetap di lingkungan dusun Rante Lelamung.


Disuatu pagi, saya berkunjung ke dusun tersebut. Sekedar berbincang ringan, untuk mendekatkan diri. Saya tertarik dengan pohon pisang yang seakan menyuarakan untuk minta dilirik barang sekilas.


Jika sudah menginjak ke wilajah Dusun Rante Lelamung, maka pesona pohon pisang tidak dapat diabaikan begitu saja. Apalagi sekarang musimnya buah pisang, maksudnya disini adalah pohon pisang yang tumbuh disana sedang berlomba lomba berbuah.


Saya tertarik dengan satu pohon pisang disamping rumah warga. Dengan itu saya mencoba bertanya itu pisang apa.

“itu pisang punti”

“nama pisang itu punti, bu?”

“iya pisang punti. Punti itu pisang dalam bahasa sini”

“o-ohh, punti itu pisang. Jadi tidak ada nama nya ya pisang itu?”

“iya, hanya pisang punti”


Baik. Kita cukupkan percakapan mengenai nama pisang yang sedang menarik perhatian saya dari awal duduk di depan rumah ini. Sepertinya memang tidak ada nama khusus untuk pisang itu. Pisang ya sekedar pisang. Nama pisang itu ternyata tidak terlalu penting.


Terima kasih kepada Nenek Siti yang memberi saya buah tangan untuk di bawa kerumah. Seperti tidak sia-sia saya main ke Dusun Rante Lelamung meski harus menempuh perjalanan kurang lebih 1 KM.


Dari kehangatan yang saya rasakan saat berbincang dengan warga dusun ini. Sampai kebaikan hati mereka yang tidak ada habisnya. Mungkin bagi sebagian orang akan menganggap saya berlebihan hanya karena diberi pisang. Tapi tidak dengan saya, hal sederhana yang ditunjukkan oleh warga desa menurut saya sebagai bentuk penerimaan mereka kepada orang baru dan itu sangat luar biasa.