LIVE-IN PERTAMAKU DI PEDALAMAN PAPUA

Penulis: Siti Resa Sari Bulan, 08 September 2022
image
bersama keluarga papua

Kabar patriot hari ini, sejujurnya banyak banget yang ingin aku ceritakan sama kalian tetang pengalaman selama di kampung. Ada beberap hal yang menarik untuk aku ceritakan terutama tentang kebudayaan dan sosil yang ada di asyrakat terkususnya di kampung yang saat ini aku tinggali yaitu kampung Kotup distrik Passue. Masyrakat kotup umumnya cenderung terbuka namun ada beberapa yang mungkin dibilang kaku atau tertutup. misal dikampung ini ada beberapa suku namun suku yang lebih dominan adalah suku Yakai dan sedikit suku Awyu. Suku yakai cenderung memiliki watak keras dan sulit ditebak. Banyak kejadian yang sebetulnya menakutkan untuk saya pribadi tinggal dikampung ini.sedikit bercerita dahulu pernah ada kasus pembunuhan di kampung ini yang melibatkan satu guru perempuan pendatang asal Makassar yang meninggalnya menurut saya sangat mengerikan. Guru tersebut sebelum meninggal dikabarkan mengalami pemerkosaan oleh satu orang suku yakai yang tinggal dikampung Rep, kampung in terkenal sebagai kampung mafia Mappi Karen banyak penjahat yang memang berasal dari kampung tersebut. Singkat cerita kejadian mengenaskan itu terjadi pada saat kampung sedang mengadakan acara pemakaman dan pada saat ini masyrakat akan berkumpul untuk memanjatkan doa maupun menari-nari tarian lumpur sebagai tanda penghormatan terakhir kalinya. Saya tidak tahu kejaidan pembunuhan itu terjadi pada siang atau sore hari namun menurut pernyataan masyarakt kotup suku Yakai kejadian ini terjadi menjelang sore hari. Banyak kasus pembunuhan yang kebanyakan korbannya adalah perempuan dan terutama perempuan pendatang. Entah apa yang menyebabkan ini dapat terjadi dan mengpa selalu perempuan pendatang yang di ganggu. Sebelum saya bercerita tentang ini, di kabar patriot sebelumnya saya bercerita pengalaman saya bertemu dengan hatu di desa haku dan di teburawa. Kali ini mungkin tulisan tetang hantu sekiranya akan saya tahan dulu untuk saya tulis di tulisan kabar patriot selanjutnya. Saya memilih menulis tentang ini karena entah rasa takut saya dan coretan ini semoga dapat menjadi setidaknya kalian di sana tahu kondisi kampung yang saat ini saya tinggali tenyata sedikit berbahaya untuk saya pribadi sebagai pendatang dikampung ini.

           Awal live-in dibulan Januari setelah saya dan tim selesai melakukan inventarisasi seputar potensi EBT yang ada di Papua kali ini kami di tuntut untuk melakukan program pendampingan untuk perencanaan pembangunan EBT yaitu SPEL APDAL untuk lokasi kampung terpencil di Papua. Waktu itu saya memilih Kotup menjadi kampung dampingan lantaran hanya di kampung ini selama kami melakukan inventarisasi EBT banyak guru pendatang yang mengajar di SMPN 1 Passue. Hal ini yang menjadi alasan saya memilih Kotup menjadi kampung dampingan selama setahun kedepan. Walaupun sebelumnya kotup tidak termasuk kedalam list saya untuk ditinggali selama setahun namun karena saya melihat potensi dan adanya guru pendatang yang cukup banyak hal ini yang kemdian menjadi patokan dasar saya untuk menjadikan kotup sebagai kampung dampingan saya untuk pembangunan EBT APDAL tahun 2022. Awal live in saya tinggal bersama enam guru lainnya yang berasal dari berbagai daerah yaitu NTT, Jawa Timur, Papua, Serui. Dibulan pertama ini saya habiskan untuk menjalin kedekatan dengan kelompok sosial masyrakat yang ada di Kotup seperti kelompok pengrajin noken, kelompok pemangkur sagu hingga kelompok pencari ikan. Namun ada beberapa kendala yang saya rasakan di awal saya live in di kampung ini. Karena akses dari kampung ke tempat saya tinggal yaitu rumah dinas guru cukup jauh sekitar 30 menit dengan berjalan kaki hal ini menjadi kendala saya untuk bisa berbur dengan masyrakat. Mengapa saya kemudian memilih tinggal bersam guru-guru dan memilih tinggal di rumah dinas di bandingkan dengan tinggal bersama masyrakat lokal. Alasan saya hanya satu factor keamanan yang menurut saya Kotup menjadi kampung merah lantaran pernah terjadi kasus pembunuhan di kampung ini. Perbekalan yang saya bawa seadanya dan alat persenjataan yang saya bawa untuk perlawanan saya bila ada sesuatu yang terjadi pada saya. Satu bulan saya belajar memahami situasi dan kondisi sesungguhnya bagaimana masyakat tersebut dalam hal penerimaan saya sebagai masyrakat baru disana. Dan bagaimana mereka meperlakukan saya sebagai masyrakat pendatang. Di awal-awal live in memang terasa bahwa kampung ini cukup mencekam lantara rumah dinas yang kami huni pernah mengalami kecurian beberapa barang dan makanan yang kami bawa dari kota hilang di curi orang. Dan kejadian ini terulang selama tiga kali, bahkan pada saat kita ada di rumah dinas tersebut pencuri berani masuk dan mencoba membobol atap plavon rumah. Malam itu sunggu mencekam, saya dengan teman guru saya tidak bisa tidur semalaman lantaran harus selalu berjaga-jaga apabila ada pencuri masuk ke rumah kami. Singkatnya ke jadian pencuri masuk rumah itu posisi cuaca sedang tidak baik, hujan dari sore hari hingga malam hari dan pada kondisi ini kebanyakan kejahatan terjadi pada saat hujan turun. Dan hal yang lebih menakutkan lagi, persenjataan yang kami bawa dari kota hilang di curi oleh pencuri pada saat kita sedang tidak ada dikampung. Mereka mencuri beberapa barang seperti bahan makanan, parang, obeng, kopi, gula dan masih banyak lagi yang mereka curi. Setelah kejadian pencurian itu kami memutuskan untuk melapor ke TNI dan Polisi yang sedang berjaga di Cabang tiga distrik passue. Namun nayatanya tidak ada tindak lanjut yang mereka lakukan, entah ini saya tidak bisa berbicara panjang lebar soal mengapa hal ini tidak ada tindak lanjutny, namun di hati saya cukup memberikan gambaran yang tidak memuaskan terkait peranan TNI dan Polisi yang ditugaskan ditempat ini.


Malam horror dan mengerikn itu saya lalui dengan rasa tahut sekali lantaran para pencuri di kampung ini tidak segan-segan mengabisi korbannya bahkan meluki korbannya dengn senjata tajam. Pengalaman ini menjadi hal yang pertama kali saya rasakan di awal saya live-in. dan hal ini manjadi bahan untuk saya lebih wpada akan sutuasi yang ada di kampung ini, walaupun tidak dapat kita pungkiri tidak semua orang dikampung Kotup memiliki watak criminal ada juga masyrakat suku yang baik dan mau menerima keberadaan saya di kampung ini. Dibawah ini beberapa potret keberasamaan saya dengan anak-anak di kampung kotup