Halo Malaria...

Penulis: La Ode Muhammad Inulsah, 13 August 2022
image
Di Sekolah, sekitar 1 jam sebelum mulai merasa sakit

Seperti yang tertera pada judul diatas, bulan ini saya pribadi akan menulis kabar patriot yang berkaitan dengan penyakit endemik yang paling ditakuti di pulau ini, apalagi kalau bukan Malaria.


Sedikit ulasan singkat mengenai penyakit ini : Malaria merupakan penyakit menular akibat infeksi plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang bernama Anopheles. Parasit plasmodium yang ditularkan nyamuk ini menyerang sel darah merah. Sampai dengan saat ini ada empat jenis plasmodium yang mampu menginfeksi manusia yaitu plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale, plasmodium falciparum. Plasmodium falciparum merupakan yang paling berbahaya dari keempat plasmodium, karena lebih sering mengancam penderitanya kehilangan nyawa (Sumber : Google).


Bulan maret ini, saya patriot yang bertugas di Kampung Menya, Distrik Passue, Kabupaten Mappi diberikan “kesempatan” untuk merasakan penyakit ini. Rabu, 23 Maret, saat sedang mengajar di sekolah, saat itu pukul 10.00 WIT, saya merasa tidak enak diseluruh badan. Kulit luar terasa panas, tetapi didalam tubuh rasanya sangat dingin. Merasakan kondisi seperti itu, pada akhirnya saya memulangkan seluruh murid lebih cepat dari biasanya. Ketika itu juga saya memutuskan untuk pulang ke rumah. Tetapi, dikarenakan jarak sekolah dan rumah tempat tinggal saya cukup jauh, yakni hampir 1 km, diperjalanan saya hampir jatuh karena kepala rasanya mulai berat, badan menggigil, kaki mulai sulit untuk berjalan. Beruntung Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih menguatkan saya untuk berjalan sampai pulang ke rumah dengan selamat.


Singkat cerita, sesampainya di rumah saya langsung terbaring lemas, merasakan kepala sangat berat, persendian sakit, dan mulai menggigil kedinginan. Saya sudah menduga kalau ini pasti Malaria. Pada akhirnya, penyakit ini sampai juga pada diri saya, ya mungkin saja karena kesalahan saya sendiri yang tidak pernah menggunakan “Kelambu” saat tidur. Untung saja, saya masih menyimpan persediaan obat-obatan pribadi yang saya bawa dari rumah di Sulawesi dan juga obat pemberian Ibu Patriot Alvin saat masih di Jakarta. Setelah makan siang saya lalu minum obat, lalu 1 jam setelahnya mulai merasa lebih baik dan dapat tertidur pulas sampai menjelang waktu Ashar.


Tetapi, rasa dingin diseluruh tubuh kembali mulai saya rasakan setelah selesai menunaikan Ibadah Shalat Ashar. Tidak hanya dingin, persendian saya juga menjadi dua kali lebih sakit dibanding pagi harinya. Saya lantas langsung menemui tetangga yang merupakan Bapak Mantan Kepala Kampung bernama Bapak Yakobus Pama. Kepada beliau saya menceritakan kondisi kesehatan saya yang sedang tidak prima. Di rumah Pak Yakob saya merasakan mual sampai akhirnya muntah. Pak Yakob lalu mengobati saya dengan cara-cara tradisional menurut kepercayaan masyarakat Suku Auyu Misa, khususnya di Kampung Menya yang sudah turun temurun, kemudian membuatkan perapian untuk saya menghangatkan tubuh.


Setelah melihat saya merasa lebih baik, beliau lalu mulai mencoba mengobrol dengan saya perihal malaria tersebut. Beliau bercerita jika memang akhir-akhir ini Kampung Menya sedang diuji dengan penyakit ini. Bukan hanya saya, tetapi, istri beliau dan juga beberapa kerabat di kampung terserang penyakit malaria. Untung saja, kata beliau saya cepat mengabarkan tentang kondisi kesehatan saya, jika tidak hal yang tidak diinginkan mungkin bisa saja terjadi. Karena penting bagi penderita mendapatkan cepat pertolongan, walaupun dengan cara-cara tradisional, tetapi kepercayaan tersebut sudah mereka jalankan secara turun temurun dan terbukti cukup berhasil.


Disini, yang mau saya garis bawahi bahwasanya masyarakat kampung pedalaman punya “cara’ tersendiri untuk sembuh dari Malaria. Melalui do’a yang diajarkan oleh Moyang mereka serta menggunakan selembar Daun (saya lupa nama daunnya) Malaria bisa “cepat pergi” dari tubuh penderitanya. Saya pun mengalami hal tersebut. Di rumah Pak Yakob saat itu saya dibaringkan disebuah kursi panjang lalu beliau menempelkan Selembar Daun di Dahi saya kemudian membaca sesuatu (berdo’a). Setelahnya, yang saya rasakan Pak Yakob mulai meniup saya dari Kepala, Perut, Lutut, dan terakhir kedua kaki. Ajaibnya, hanya berselang 2 jam setelah ritual pengobatan itu, saya merasakan kondisi badan yang jauh lebih membaik.


Malam itu, walaupun kondisi tubuh sudah lumayan fit kembali, esoknya saya tetap memutuskan pulang lebih awal ke Kepi. Kepada Koordinator Papua 3 saya juga mengabarkan rencana tersebut. Keesokan harinya, kembali dengan bantuan pak Yakob, kami lalu mencari perhubungan yang dapat mengantarkan saya pulang ke Kepi. Dalam waktu yang tidak lama, Alhamdulillah kendaraan katinting sudah didapatkan, yaitu milik Bapak Sekretaris Bamuskam. Beliau lalu menyuruh anaknya yang juga merupakan murid saya di sekolah untuk mengantar saya pulang. Pukul 10.00 WIT katinting lalu bergegas melaju meninggalkan dermaga kampung dan membutuhkan perjalanan sekitar 2.5 jam untuk sampai ke dermaga Pelabuhan Misi di Kota Kepi.


-Ditulis Oleh Laode, Maret 2022-