Hakekatnya, setiap Waktu pasti Berlalu. Nikmatin, nanti malah Rindu~

Penulis: Desi Sylvia, 06 July 2022
image
Ada rawa, ada cerita

"Percaya pada masa depan adalah hal terbaik untuk memaafkan masa lalu" Begitulah kiranya dalam buku yang saya baca karya Fahd Fahdepie dalam Buku Muda Berdaya Karya Raya. satu kalimat itu cukup membuka cakrawalaku dalam berpikir, mungkin banyak yang berasumsi bahwa yang dimaksud masa lalu adalah masa bertahan-tahun silam yang telah dilalui, padahal hari kemarin, sebulan yang lalu pun itu termasuk masa lalu -- masa yang telah berlalu.


Rasanya kepalaku sesak dan berisik sekali dijejali pertanyaan sudah sejauh mana aku bermanfaat untuk orang? sejauh mana progresku di lapangan? sejauh mana hubungan sesama manusia sudah terjalin dengan baik? Bukankah Allah pun menyerukan Hablum minannas dulu baru Hablum minallah? 


Terkadang rasa egois sebagai naturnya seorang manusia, ingin hidup dengan 'layak' bisa bertahan hidup dengan segala keterbatasan tapi tidak dengan cara yang berkepanjangan. Memikirkan betapa dirindukannya listrik yang sepaket dengan jaringannya, membayangkan bisa makan beras dan tidak sulit mendapatkan air bersih sebagai pemenuhan kebutuhan pokok. gerutuan ini nampaknya fluktuatif, bisa menjadi orang paling semangat bahkan di titik bingung, dan berujung bimbang dan gamang.


Atau mungkin aku hanya belum tahu saja, ada yang lain yang mungkin lebih susah daripada aku? dan mereka lebih mampu survive dan terus bertahan tanpa turun Kota sampe berbulan-bulan, misalnya.


Ah tapi, rasanya Energi baik dari orang-orang Kampung yang perlahan menyerap padaku, membuat luntur rasa egoisku. Lingkaran obrolan dan hangat kasih mereka padaku, terkadang sirna sudah keluhku.


Kalau bisa membandingkan, ya jelas tidak ada yang senyaman rumah sendiri toh meski ya sama saja rasanya tidak ada yang benar-benar sempurna, karena sejatinya kita lah yang menyempurnakan 'makna' rumah.


Kalau lagi benar-benar rindu tempat kelahiran, rasanya dada penuh sesak. Tapi, bukan kah hal itu normal? Karena sejauh ini, aku belum pernah jauh dari keluarga. Pertama kalinya ngalamin rantau, ya sekarang ini. Langsung Beda Pulau, Pulau paling Timur Pula hehehe mantap banget rasanya!


Tapi dari masa ke masa, bulan demi bulan berlalu, aku seolah menjadi terbiasa dari menggantungkan diri menjadi mandiri, mencoba menempa diri lebih keras lagi karena capek secara sosial justru lebih capek daripada capek fisik! Selalu berupaya minta maaf pada diri sendiri bila merasa kepayahan. Nah mungkin ini kuncinya, minta maaf atas masa lalu untuk percaya pada masa depan. Menariq!