Mappi, sejuta rawa. "Du", sejuta kehidupan.

Penulis: Sri Utari, 11 June 2022
image
Proses pemotongan kulit tulang batang sagu

Februari, satu bulan live-in di Kampung Busiri sudah terlewati. Perkenalan dan Pendekatan patriot kepada seluruh elemen masyarakat Kampung Busiri masih terus dilakukan, antara lain : Kepala Kampung, Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan dan Ketua Gapoktan. Selain kepada stakeholder, patriot juga melakukan pendekatan kepada masayarakat Kampung Busiri untuk mengenal dan mengetahui pola kehidupan mereka. Salah satu cara yang dilakukan patriot untuk melakukan pendekatan tersebut adalah dengan mengikuti kegiatan sehari-hari yang dilakukan masyarakat Kampung Busiri. Mengingat bahwa sebagian besar masyarakat Papua Selatan biasa mengkonsumsi bahan pangan utama yaitu sagu, baik sagu duri maupun sagu licin. Sagu atau “Du” dalam bahasa Auyu merupakan simbol kehidupan bagi masyarakat Papua, khususnya masyarakat Kampung Busiri. Bagaimana tidak? Semua komponennya, mulai dari akar hingga pucuknya dapat dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup masyarakat Papua sejak jaman dahulu.

Kegiatan pertama dan mendasar yang paling sering dilakukan masyarakat Kampung Busiri, terutama mama-mama adalah memangkur sagu. Kegiatan pangkur sagu di Kampung Busiri biasa dilakukan oleh mama-mama, baik secara individu maupun berkelompok. Kegiatan pangkur sagu dimulai dengan mencari pohon sagu yang telah berbunga dan siap untuk ditebang. Cara untuk mengidentifikasi bahwa pohon sagu tersebut siap untuk dipangkur adalah dengan menyayat kedalam batang pohon sagu, apabila masih banyak terkandung air didalamnya berarti pohon sagu tersebut belum siap untuk dipangkur. Sedangkan apabila dalam sayatan tersebut kondisinya kering dan terdapat bercak putih yang dapat terlihat, menandakan bahwa pohon sagu tersebut mengandung sari atau tepung yang sudah siap di pangkur. Hampir seluruh alat yang digunakan untuk proses memangkur sagu masih menggunakan peralatan tradisional, seperti kapak, parang, penumbuk sagu, pelepah sagu dan pelepah kelapa.

Setelah menentukan pohon sagu yang siap dipangkur, selanjutnya pohon tersebut ditebang menggunakan kapak. Penebangan pohon sagu dilakukan secara melintang pada ujung bawah pohon sagu. Setelah pohon sagu tumbang, batang sagu segera dibersihkan dari pelepahnya. Kemudian kulit tulang batang sagu disayat dan dikuliti agar mudah ketika dilakukan pemangkuran. Batang sagu yang telah dikuliti siap untuk dipangkur dengan cara ditumbuh menggunakan alat kayu yang ujungnya disambung dengan besi agar lebih tajam untuk menumbuk. Batang sagu yang telah di tumbuk akan berubah bentuk menjadi serpihan-serpihan kecil. Proses selanjutnya untuk memperoleh sari atau tepung sagu adalah penapisan. Sebelum proses penapisan dilakukan, perlu disiapkan terlebih dahulu pelepah sagu dan pelepah kelapa untuk proses penapisan serta tempat penampungan untuk menampung sari atau tepung sagu. Proses ini dilakukan dekat dengan sumber air untuk memudahkan melakukan penapisan sari sagu. Penapisan dimulai dengan memasukan serpihan sagu kedalam pelepah sagu, kemudian disiram air secukupnya. Selanjutnya diremas-remas beberapa saat dan disaring menggunakan pelepah kelapa sebagai tapisan. Air yang bercampur dengan sari sagu akan keluar dan dialirkan kedalam penampungan yang telah disediakan. Proses penapisan ini dilakukan hingga seluruh serpihan sagu yang telah dipangkur habis diremas dan ditapis. Setelah selesai, air didalam bak penampung akan mengendap dan menghasilkan tepung sagu yang halus. Air diatas endapan tepung sagu segera dikeluarkan, dan tepung sagu siap dibentuk menjadi bola-bola. Umumnya, satu pohon sagu dengan kualitas yang bagus dapat mengahsilkan empat bola tepung sagu. Tepung sagu yang dihasilkan biasa dikonsumsi untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Satu bola sagu dapat dikonsumsi dan dihabiskan oleh keluarga dengan rerata enam anggota keluarga selama dua minggu. Selain dikonsumsi pribadi, tepung sagu juga biasa dijual untuk menambah pendapatan ekonomi keluarga.