WELMUS

Penulis: Ian Arya Danarko, 10 June 2022
image
Kiriyow

Laki-laki dengan tinggi sekitar 150an centi dan berat sekitar 45 kg ini merupakan sosok yang ramah. Keramahan yang terdapat pada dirinya merupakan keaslian dari dalam hatinya juga. Rambut keriting dan bermodel botak juga merupakan cirinya yang dapat membedakan dia dengan kawan-kawan lainnya dan dia lah Welmus.


Welmus adalah seorang anak yatim yang ada di desa Kiriyow, dia merupakan anak laki-laki terbesar ke dua saat ini di keluarganya. Dia juga bisa dikatakan sebagai seorang tulang punggung bagi keluarganya meskipun dia masih cukup jauh dari kata dewasa. Saat ini dia masih berusia 12 tahun dan masih mengenyam bangku sekolah. Selepas melakukan aktifitas sekolah, welmus biasanya banyak mengisi waktunya untuk bermain. Tetapi dalam bermainnya, Welmus dia tidak benar-benar bermain jika dilihat dari kacamataku. Welmus memang bermain di pantai, hutan atau kadang di rumah-rumah orang.


Welmus yang senang bermain ini mungkin secara langsung tidak sadar bahwa sebenarnya dia sudah mulai membantu ibunya sebagai orang tua tunggal dengan memenuhi sedikit demi sedikit kebutuhan pangan keluarganya. Nenek Yuli biasa aku memanggil perempuan yang merupakan ibu dari Welmus. Nenek Yuli merupakan seorang wanita paruh yang memiliki 7 orang anak dan 1 calon anak dengan jumlah 4 laki-laki & 3 perempuan. Sehari-hari nenek Yuli memenuhi kebutuhannya dengan cara berburu dan meramu. Dia tidak memiliki pekerjaan tetap bahkan sampai ke kebun pun cukup jarang karena kondisinya yang sedang mengandung calon anak ke 8nya.


Jika kita bicara soal pemasukan, nenek Yuli hanya mengandalkan sedikit hasil kebun yang sudah jarang dirawatnya untuk di jual, sehingga untuk makan sehari-hari dia cukup bergantung pada alam sekitarnya. Tak jarang aku menemuinya saat dia memancing di pantai ketika laut sedang meti (surut), atau saat dia sedang memetik beberapa daun yang ada di sekitar rumahnya untuk dimasak menjadi lauk makan hari itu. Namun, dari kesehariannya aku cukup dapat belajar soal rasa syukur dan kesederhanaan yang diterapkan oleh nenek Yuli dan anak-anaknya.


Kebesaran hati yang dimilik Welmus merupakan satu gambaran yang benar-benar aku lihat dan aku rasakan. Dia yang setiap selesai sekolah selalu bergerak untuk mencari segala hal yang bisa menjadi makanan, tidak pernah terlihat mengeluh tetapi justru terlihat bangga dan selalu tersenyum. Selain tidak mengeluh, Welmus pun cukup senang untuk berbagi, aku merasakan ketika dia memberi ku 1 loyang ikan porori hasil mencarinya bersama Marson saat sore bulan puasa lalu dipinggir pantai.


 "Mas, ko sedang apa? Mari tong mandi air garam" seru Welmus kepada aku

"Ah tidak, sa sedang duduk-duduk saja ini, sa juga puasa jadi tra bisa mandi-mandi takut batal nanti" Jawab ku

"Oohhh.. gitu e"Jawab Welmus kembali.

 "Iyo, baru ko mandi saja kah atau ada bikin lain lagi?" Tanya ku pada Welmus

"Ini sa deng Marson sembari jaring ikan mas, ko liat itu dekat pohon tong pu ikan" Jawab Welmus kembali, sambil menarik jaring yang ternyata sudah di sebarnya

"Wahh mantap ini, banyak juga e, boleh kah sa pinta? Hehe" Candaku kepada Welmus

"Mas mau kah?? Bisa makan ikan ini??" Saut Welmus, yang masih sibuk menarik jaringnya lagi

"Ahh, kalau makan bisa toh, masa makan saja tidak bisa hehe" Jawab gurau ku kepada Welmus

"Iyo sudah kalau begitu, koi tunggu yo" Jawab Welmus lagi.


Tiba-tiba dia lari meninggalkan jaringnya, dan ternyata dia kembali kerumah untuk mengambil loyang 1 lagi dengan ukuran sama dan membagi 2 sama rata ikan yang dia dapat untuk aku. Pada saat itu, aku cukup heran karena aku tau untuk makan satu rumahnya belum tentu cukup tapi entah mengapa dia bagi rata menjadi 2 seperti itu. Terkejut melihat itu aku mengurungkan niat untuk mengambilnya, karena aku tau dia pasti capek untuk mendapat hasil sebanyak itu. Tetapi, mungkin memang sudah sifat aslinya mereka yang baik Welmus memaksa aku untuk membawanya dan dia bilang untuk buka puasa.


 "Mas, sudah koi bawa ini. Pakai untuk buka puasa nanti, digoreng saja su enak ini" Ujar Welmus kepada ku

 " Iyo sa bawa, tapi jangan sebanyak ini, nanti untuk koi makan kurang" jawab ku

"Mas sudah ini tong su cukup" Saut Welmus kembali.


Tiba-tiba nenek Yuli yang sedang duduk di para-para ikut menyahut kepada aku dan Welmus.


 "Mas bawa sudah"


Mendengar nenek Yuli yang menyuruh juga akhirnya membuatku berani untuk benar-benar mengambil ikan yang cukup banyak itu, dan aku sangat berterimakasih dengan mereka karena kebaikan hatinya. Setelah itu, aku bawa ikan tersebut ke rumah bapak Manu yang aku tumpangi setiap aku ke kampung Kiriyow.


Pada posisi itu membuat aku berfikir bahwa Nenek Yuli merupak salah satu orang yang sukses dalam mendidik anak. Hal itu terlihat dari rasa senang dan tingginya keinginan berbagi yang tertanam di dalam diri Welmus. Hal ini juga yang mengajari dan mengingatkan ku untuk tetap bersyukur dengan apapun yang aku dapatnya dari Tuhan. Begitu juga dengan gaya hidup mereka yang bisa dibilang cukup santai dan menikmati keadaan merupakan contoh nyata lainnya yang dapat aku terapkan ketika aku sudah kembali ke kehidupan sehari-hari ku di kota yang penuh persaingan. Terlebih persaingan soal materil yang mungkin jika kita ikuti terus tidak akan ada habisnya.


Dalam tulisan ini aku sangat berterima kasih untuk Welmus dan keluarga yang sudah menjadi contoh dan memberikan aku pelajaran baru, selain itu juga aku berterima kasih kepada orang-orang yang aku temui selama perjalanan ini untuk pelajaran apapun soal kehidupan ini. Oh iya yang terakhir, aku juga mau minta doanya untuk Welmus dari siapapun yang membaca tulisan ini agar Welmus dimudahkan dalam menghadapi Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah yang sedang di laksanakannya dan semoga Welmus bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya bahkan sampai nanti berakhir di perguruan tinggi, Aamiin.