DAUN GATAL, IRIS TUBUH DAN BOTAK KEPALA: METODE PENGOBATAN ALA ASMAT

Penulis: Sri Hartati, 28 May 2022
image
Potret metode pengobatan ala Asmat oleh warga desa Simini

Malam itu tidurku tidak nyenyak dikarenakan badan yang terasa panas tapi secara bersamaan sangat dingin dan badan penuh keringat. Berusaha untuk bangun dari tempat tidur namun ketika berdiri kepala pusing luar biasa dan terasa sedikit mual.

Setelah bangun pagi, aku bergegas pergi ke Pustu (Puskesmas Pembantu) untuk memeriksakan diri kepada Suster. Ternyata benar dugaanku, positif malaria tropika. Yang benar saja sekuat tenaga berusaha agar tidak terkena malaria akhirnya, setelah hampir tujuh bulan menetap di Asmat aku terkena malaria. Katanya belum sah tinggal di Papua kalau belum terkena malaria apalagi tinggal di daerah rawa seperti wilayah Asmat ini.

Aku lumayan takut terkena malaria karena penyakit ini katanya bisa saja kambuh sewaktu- waktu bahkan ketika sudah tidak berada di Papua sekali pun. Sekedar tips dari tenaga kesehatan dan teman- teman yang sudah terkena malaria, cara untuk menghindari malaria dengan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, tidur menggunakan kelambu, jangan terlalu lelah dan tidak boleh terlambat makan. Semua tips itu aku lakukan, tapi sepertinya sedikit kecolongan ketika menjalankan ibadah puasa Ramadan kemarin. Aku tidak menyalahkan ibadah puasa dimana harus menahan lapar dan dahaga. Tapi menyalahkan kelalaian ketika saat libur/tidak berpuasa aku terbiasa tidak makan siang seolah- oleh sedang berpuasa. Di samping itu aku juga melakukan kegiatan bersama warga di desa yang lumayan melelahkan.

Daerah Papua memang identik dengan penyakit malaria, sehingga persiapan dari segi kesehatan seperti obat- obatan selalu tersedia di Pustu dan penanganannya bisa cepat dilakukan oleh suster yang bertugas. Dalam 3 hari dan setelah mulai bosan dengan minum obat biru beserta obat lainnya, sakit malaria yang aku alami sudah mulai pulih.

Pengalaman terkena malaria ini mengingatkanku pada masyarakat desa yang juga sering terkena sakit malaria. Sakit malaria bisa menyerang siapa saja termasuk anak- anak sekalipun. Uniknya cara penyembuhan penyakit yang biasa dilakukan masyarakat Asmat ini menurutku lumayan sadis.

Di Asmat, apabila mengalami sakit mereka punya kebiasaan mengiris bagian tubuh yang sakit. Contohnya: Apabila terkena malaria biasanya mengalami sakit kepala luar biasa, maka mereka akan mengiris bagian kepala yang pusing dengan pisau silet lalu mengeluarkan darahnya. Mereka beranggapan sakit kepala akan berkurang apabila darah kotor yang ada di kepala dikeluarkan. Setelah darah dikeluarkan maka bekas irisan silet tadi di tutup dengan potongan koyo. Bila mengalami sakit gigi mereka akan mengiris bagian samping mulut di bawah pipi. Diiris lalu keluarkan darah dan tutup dengan koyo. Begitu juga dengan bagian tubuh lainnya seperti tangan, kaki dan perut bila mengalami sakit.

Alternatif lain bila tidak ada silet untuk iris, masyarakat biasanya menggunakan bara api atau puntung rokok. Bara api atau puntung rokok tersebut ditaruh di bagian tubuh yang sakit. Bila berjalan- jalan di desa maka akan sering ditemui masyarakat yang kaki, tangan, perut, dan kepala dipenuhi bekas luka bakar.

Selain kebiasaan di atas, ada kebiasaan lain masyarakat desa bila terkena penyakit yaitu membotakan kepala. Biasa bila terkena sakit atau ada keluarga yang meninggal mereka akan membotakan kepala mereka. Ini berlaku untuk laki- laki maupun perempuan. Makanya perempuan berambut panjang tidak diemukan di desa Simini tempat aku bertugas.

Diantara cara pengobatan ala Asmat tersebut ada kebiasaan yang relatif aman dan aku juga ikut melakukannya yaitu pengobatan menggunakan daun gatal. Daun gatal ini banyak terdapat di hutan. Cara penggunaannya adalah menggosokan daun tersebut ke bagian tubuh yang terasa sakit, Biasanya daun ini digunakan untuk mengobati badan yang pegal karena aktivitas fisik yang melelahkan. Namanya saja daun gatal, padahal ketika digosokan ke tubuh rasanya seperti di gigit ribuan semut. Akan terasa sensasi perih, kulit memerah dan muncul bentul- bentul dalam waktu beberapa menit. Setelah itu dianjurkan untuk beristirahat, maka lelah dan pegal- pegal akan hilang.

Cara- cara pengobatan di atas tersebut tidak dilakukan hanya pada orang dewasa saja, cara ini juga dilakukan pada anak- anak. Cukup sadis dan mencengangkan memang. Sakit yang ditambah sakit kalau kita melihatnya.

Bicara soal fasilitas dan pelayanan kesehatan di desa bukannya tidak ada. Di desa Simini tepatnya di desa sebelah yaitu desa Manep terdapat sebuah Pustu dan seorang suster yang bertugas. Namun, pergi ke pustu dan periksa kesehatan dengan suster adalah pilihan terakhir apabila cara- cara pengobatan diatas telah dilakukan dan tidak terdapat perubahan. Seringnya masyarakat datang saat penyakit sudah bertambah parah. Suster Agustina adalah tenaga kesehatan yang bertugas di Pustu desa Manep Simini bercerita bahwa dia sering berkeliling desa dan menemukan banyak obat- obatan yang biasa dia berikan ke masyarakat sering tidak mereka minum dan malah di kumpulkan saja di rumah. Sangat disayangkan sekali.