Patriot x COVID-19

Penulis: Desi Sylvia, 19 May 2022
image
sabarkan, sehatkan!

Terhitung sudah 4 bulan menginjakan kaki di Pulau Paling Timur Indonesia, selalu mengharapkan 3 hal : 1. Selalu Sehat 2. Dikelilingi orang yang sayang 3. Bisa menebar manfaat.

Kenapa sehat menjadi hal yang paling utama? Karena menurutku sehat adalah kunci. Kita bisa saja ingin melakukan banyak hal, sekalipun dengan niat yang sangat baik namun kalau tubuh kita meminta haknya untuk istirahat? Ya, tentu saja tak jarang malah langkah kita hanya bisa berkisar antara tempat tidur dan Kamar mandi.

 Masih ingat betul, Maret awal sebuah pesan masuk melalui telpon genggamku yang mengingatkan bahwa ada revisi laporan, pesan itu dikirim langsung dari koordinatorku. Mengingat sudah rencana mau balik ke kampung, pagi-pagi sengaja jalan kaki dari rumah ke Pelabuhan untuk mencari perhubungan. Sebelum dzuhur sudah tiba lagi di rumah karena ada agenda Zoom Meeting bersama IBEKA, hal yang aku nantikan sebab akan bertemu juga dengan teman-teman Patriot setalah 4 bulan tidak saling bertemu, padahal sebelumnya hari-hari bertemu terus hehe ternyata benar kata Dilan “Rindu itu berat” -Aku setuju.

  Zoom meeting berlangsung bersama tim Mappi barengan, di bawah AC. Aku pikir, aku shock karena badan habis jalan jauh dengan cuaca panas lalu masuk ruangan yang berAC. Tubuh menggigil, masih berasumsi efek AC sembari tetap melanjutkan zoom dengan setengah semangat karena badan semakin gak kondusif. Memutuskan keluar rumah hanya untuk mencari sinar matahari, sayangnya sore itu cuaca mendung. Badan semakin terasa dingin, namun suhu tubuh semakin naik.

“Aku dingin, tapi keningku panas. Coba pegang, takutnya aku yang salah” ucapku pada teman-temanku

“Des, ini panas. Mau diperiksa? Ayo Ratu temenin ke Puskesmas”

“Lah ini demam, Des” Bulan menambahkan presepsinya

“Yaudah aku mau ke Puskesmas ya, periksa dulu untuk memastikan” ucapku

Aku berjalan ke ruang depan, ku temukan ece yang sedang rajin menulis refleksi harian.

“Ce, kalau anter aku ke Puskesmas untuk diperiksa boleh?

“Ayo boleh”

Tanpa babibu wasweswos, Ece langsung sat set nganterin aku untuk periksa. Lalu aku mendatangi ruangan untuk Swab, katanya harus nunggu 15 Menit untuk hasilnya. sambil menunggu aku mikir-mikir lagi, mencoba ‘recall’ hari-hari sebelumnya. Ternyata kemarinnya sempat ada gejala nyeri menelan, sudah jalan kaki jauh mengunjungi Dinas, IGD Puskesmas, Pelabuhan, sempat juga ujan-ujanan. Barangkali berasal dari gabungan kelelahan + Imun kurang baik = Sakit.

“Desi Sylvia” terdengar namaku dipanggil oleh petugas sambil membawa beberapa lembar kertas terus beliau bilang

“Kakak, setelah cek ternyata garis 2. Artinya, kakak Positif Cov-19, Nanti kakak Isolasi ya nanti kami antar pake ambulance ke tempatnya

“Hah? Saya positif?” Bingung juga karena harus isolasi yang belum tahu dimana

“Iya. Kakak siap-siap bawa barang yang akan dibawa ya. Terus kakak tinggal sama siapa di rumah? Teman-temannya harus swab juga”

Dengan perasaan gemetar dan bingung aku hubungi teman-temanku yang lain. menurutku, setelah tahu positif kok berasa makin sakit ya? Hahaha entah sugesti atau pun memang jadi lebih panik, mengingat sebelumnya zoom meeting di Hp yang sama, posisi dempet-dempetan dengan ke-4 temanku. Takut banget menularkan rasanya ?

Aku telpon Bulan, untuk segera datang ke Puskesmas untuk swab bareng dan memberi tahu kalo aku positif. Ece, Bulan, Ratu, Alhamdulillah hasilnya Negatif. Masih degdegan karena Alvin belum Swab.

 Termenung di ruang tunggu, aku lihat Lorong-lorong Puskesmas. Sambil menerka-nerka dari mana aku bisa kena? Sebelum berangkat jauh di Program ini, di Garut juga aku kerja sebagai pelayanan farmasi dan ketemu banyak sama orang-orang yang suspect covid, alhamdulillah tidak pernah kena. Tapi mungkin memang seharusnya ya memang mesti saat ini. Konon, sakit adalah bisa berubah menjadi ‘Nikmat’ tergantung kita melihat dari sudut pandang yang seperti bagaimana.

“Kadang sakit itu bukan hanya peluruh Dosa, tapi peningkat derajat” - Ratu menambahkan

Teman-temanku bergegas pulang, menyiapkan barang-barangku. Tak perlu waktu lama untuk mereka menyiapkan semuanya, mereka datang lagi dan menunggu hingga aku diantar ambulance ke tempat Isolasi.

Ambulance melaju menuju tempat Isolasi transit, tidak jauh dari Puskesmas jaraknya. Prosedurnya memang seperti itu, Pasien transit dulu, lalu keesokan harinya dijemput lagi oleh ambulance untuk dibawa ke tempat Isolasi Terpusat yang jaraknya lumayan jauh dengan medan yang cukup sulit karena tanah merah persis kaya lumpur, apalagi setelah hujan.

Sakit semakin terasa, badan berasa patah tulang-tulangnya, mual tak bisa dihindarkan, sakit kepala apalagi terus menghantui haha. Isolasi benar-benar di ruangan sendiri, beruntungnya masih ada sinyal internet. Meski pusing, teman-teman sempat video call, katanya dalam rangka “nemenin Desi” hehe sosweet banget gak tuh?

Entah jam berapa tibatiba tertidur, dan tengah malam kebangun hanya karena mual yang berujung muntah-muntah. Badan semakin lemas, sibuk cari kresek karena belum mampu ke toilet sendiri. Sudah dalam keadaan ‘pasrah’ yang penting rasa sakitnya hilang.

“Jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman, Isolasi sendiri, sakit ngurus sendiri. Sing kuat, Neeeng!” -berkali-kali bersugesti nguatin diri.

Lucunya, tepat sehari sebelum kena Covid, diantara aku, Alvin, Ratu ngobrolin prioritas sarapan paling enak. Aku mengurutkan Nasi uduk paling awal dan bubur paling akhir, karena dari dulu memang kurang suka bubur. Kalau ada pilihan yang lain, pasti milih yang lain, baru bubur gitu. Ratu dan Alvin justru mereka tim yang cukup memprioritasin sarapan bubur.

Eh pas kena covid di hari-1 aku chat mereka “kalau boleh aku minta bantuan, tolong beliin bubur ya.. gak kuat lapar nih bekum bisa makan yang keras-keras masih pahit, butuh yang lembek” hahaha sambil ada rasa gimana gitu, karena sehari sebelumnya bahas posisi sarapan.

Lalu, pagi itu dipanggil petugas katanya ada keluarga yang nengok. Eh pas keluar ada Alvin dan Ratu, sambil senyum-senyum aku bilang “Butuh bubur” haha. Mereka dan tim Mappi bawain makanan yang banyak banget katanya buat stock makanan selama 10 hari. Meski berjarak dengan mereka, mereka tetap nemenin aku berjemur pagi-pagi.

Singkatnya, aku siang dijemput Ambulance untuk ke tempat isolasi terpusat. Memakan waktu ± 2 Jam perjalanan dari Pusat Kotanya Kabupaten Mappi. Pasien yang barengan, semuanya laki-laki dan aku perempuan sendiri, paling muda juga haha

“Dek, karena adek muslim. Adek tempatnya di Kamar saja ya, biar bisa ibadah dengan khusyuk” Ucap seorang petugas

Aku mengangguk seraya tersenyum dan bilang terima kasih berkali-kali, karena tasku yang berat juga dibawain ya karena aku belum cukup kuat untuk angkat yang berat-berat.

“Aduh tidak ada sinyal ineternet. Aku harus ngapain lagi nih? Gak boleh gabut, gak boleh, harus bersenang-senang” ucapku

Lalu aku paketin telpon dengan durasi 200 Juta menit, bayangkan tuh mau ngobrol apa hahaha sampe gumoh sekali pun itu paket gak akan habis :)

Ketemu banyak orang baru, meski ketutup masker. Setidaknya, mereka bersikap terbuka. Ngajak jalan-jalan pagi dan sore karena tahu aku memang sendiri, makanan juga mereka masukin ke Kamarku kalau memang aku gak lagi di kamar, mengecilkan suara apapun ketika tahu kalau aku sudah waktunya shalat. Bukan kah hal itu memang lebih dari nikmat?

Di hari ke-4 malam ke-5 aku dipanggil petugas untuk pindah ke ruang pemulihan. Hari-hariku semasa isolasi pun cukup selalu berpindah-pindah dari kamar ke kamar lainnya, kalau di pikir-pikir 2022 memang terkonsep nomaden hihi

“Ketidakpastian adalah keniscayaan” -Begitu lah kata yang tidak asing di telinga anak-anak Patriot

Aku disuruh naik bus ¾ dengan konsep lagunya kenceng banget, dengan beberapa orang yang akan dipindahkan juga ke ruang pemulihan, sudah kaya study tour haha mana berangkatnya malam-malam pula.

 Hari-hari berjalan-jalan dengan siapapun yang bertemu di jalan, kebanyakan mereka yang mengajaku, ya mungkin mereka juga tahu kalau aku memang sendiri. Setelah pulang jalan-jalan di area isolasi, Hpku bunyi dan SMS masuk mengabari kalau Alvin juga positif C19, ia berbeda denganku hanya 5 hari saja. Disisi lain seneng jadi ada teman dekat selama isolasi, tapi disisi lain juga kasihan, asumsiku mungkin saja Alvin bisa tertular juga dari aku.

Kebanyakan teman yang tahu kalo aku Cov-19 mereka kaget dan bilang “Kok, bukan malaria? Kok bisa covid?” Ya kali masa sakit ada urusan tawar-menawar hehe.

  Pertolongan dan support terus datang silih berganti, hingga hari-hari tak merasa seperti sendiri. Ada yang seharian nemenin lewat telpon, ada yang kirim imun booster, dan ada juga yang nemenin berjemur dan jalan kaki sebagai aktifitas fisik.

Ternyata, covid di Kelompok Mappi belum selesai, setelah Alvin dinyatakan positif, Ratu, Bulan Ece kembali Swab. Dan dapat lagi hasil Positif dalam hasil Swabnya Bulan. Tak lama juga Bulan tiba di tempat isolasi terpusat, besok paginya aku, bulan, dan Alvin jalan-jalan sambil cari sinar matahari untuk kebutuhan berjemur.

  Di kamar Isolasi ruang pemulihan, aku sekamar bertiga bareng Mama-mama yang ternyata mereka adalah Bidan. Tak jarang kita bertukar cerita, berbagi kue, atau sekadar saling memberi tahu kalau sudah waktunya pemeriksaan. Yang tidak akan aku lupa salah satu dari mereka sempat-sempatnya bawa alat pancing ke tempat Isolasi, Jadi pas jenuh mulai datang, ia keluar ke dekat kali-kali kecil dan mencoba cari ikan. Kreatifnya memang tiada lawan!! :)

 Begitulah kiranya kisah waktu aku terkena Covid di Papua, dan ditambah 2 temanku yang nyusul isolasi. Aku pulang duluan, sebab aku sudah datang lebih awal dari mereka. Masih gak nyangka aja harus ketemu teman Patriot untuk barengan berjemur dalam kondisi yang sama~


Dan, teruntuk Ece dan Ratu yang aku rasa kalian memiliki imun tubuh yang kuat, padahal kita bareng-bareng terus, sekamar juga malahan hmmm terima kasih ya, sudah rela antar kami untuk swab, kirim paket obat maupun makanan untuk kami. Menampung informasi juga tentang kabar kami yang terupdate, hingga kami menobatkan Ece sebagai satgas dan Ratu sebagai call center. Sungkem dulu untuk segala kebaikan kalian! Terbaik

 

 

With love


Desylvia