“GEMA RAMADAN DI RANAH ASMAT”

Penulis: Sri Hartati, 14 May 2022
image
Penampakan salah satu masjid yang ada di kota Agats

Senja merah merona di langit Asmat sore ini. Suara azan terdengar dari ponsel seorang teman yang terpasang aplikasi azan online. Alhamdulillah sudah masuk waktu berbuka puasa. Segera, ku tinggalkan sayuran yang sedang ku potong dan mengambil segelas air putih. Aku sedang menyiapkan makanan untuk berbuka puasa, namun karena terlalu asik di dapur sampai tidak sadar sudah mendekati magrib. Maklum, disini tidak ada masjid. Tidak ada tanda- tanda akan memasuki waktu magrib kecuali lewat aplikasi online. Hari ini tanggal 02 April 2022 adalah hari pertama aku berpuasa Ramadan, satu hari lebih awal dibanding kedua teman yang ternyata berpuasa sesuai keputusan sidang isbat oleh Kementrian Agama Islam Indonesia. Aku dan kedua temanku berencana untuk pergi menginap ke kota Agats beberapa hari agar merasakan suasana salat tarawih di Asmat karena di desa penugasan kami masing- masing tidak ada masjid.

Di kota Agats kami tinggal di rumah seorang kenalan dari desa penugasan. Kebetulan rumah kediamannya sangat dekat dengan masjid. Selama tiga hari kami menginap di Agats dan merasakan kebersamaan salat tarawih. Terlalu lama tinggal di desa pedalaman yang mayoritas beragama non muslim mendengar suara azan langsung dari masjid saja, senang sekali rasanya. Hehehehe….

Jemaah salat tarawih ramai sekali dari dewasa hingga anak- anak. Sebagian besar muslim yang ada di Agats berasal dari pendatang suku Bugis. Lucunya saat ikut salat tarawih tidak jarang kami bertemu ibu- ibu atau seorang kenalan yang kami temui di desa- desa yang sempat kami datangi untuk survei dan verifikasi data. Ternyata mereka juga datang jauh dari desa ke kota Agats untuk merasakan suasana Ramadan di kota. Rasanya jadi bertambah sanak saudara walau sedang di kampung orang.

           Setelah beberapa hari di kota Agats, kami pun pulang ke desa penugasan masing- masing. Namun, sebelum berangkat ke desa kami menginap beberapa hari di rumah kediaman Pastor Vesto yang berada di Distrik Akat. Suasana kebersamaan terasa sekali karena secara kebetulan mereka yang beragama Katholik sedang melakukan ibadah puasa juga. Berbeda dengan kami yang berpuasa Ramadan, mereka sedang melaksanakan serangkaian ibadah puasa menyambut Hari Raya Paskah. Selama beberapa bulan tinggal di Papua, toleransi antar agama sungguh terasa sekali.

           Menjalani ibadah puasa di desa penugasan tentu rasanya sangat berbeda dari puasa yang aku jalani di tahun- tahun sebelumnya. Di Papua cuacanya yang panas luar biasa cukup membuat cepat haus. Para penjual takjil tidak ada ditemukan di desa. Untuk menikmati takjil, kita harus membuatnya sendiri berdasarkan bahan yang tersedia saja di desa. Euforia ngabuburit juga tidak ada. Tapi agar tetap terasa suasana ngabuburit, yang aku lakukan adalah mengajak anak- anak di desa mendayung perahu dari tepi desa ke seberang sungai lalu masuk ke hutan. Lucu sekali rasanya, mungkin di Ramadan tahun mendatang kenangan ini akan kembali teringat dan sangat dirindukan.

           Setelah satu bulan lama berpuasa, tibalah hari Raya. Untuk merayakan hari Raya Idul Fitri kami kembali lagi menuju kota Agats. Pelaksanaan salat Ied di kota Agats berpusat di lapangan Masjid An- Nur. Kali ini aku tidak merasa sedih karena tidak bisa berhari raya dengan keluarga. Justru yang dirasakan adalah perasaan senang karena datang jauh ke daerah orang dan rela tidak mudik lebaran dikarenakan alasan untuk sebuah tugas sekaligus belajar dengan warga Asmat. Malahan langitlah yang sepertinya terharu karena hujan gerimis membasahi mukena dan sajadah kami para jemaah salat Ied. Mungkin juga ini suasana haru karena setelah dua tahun ditiadakan salat Ied berjamaah, akhirnya tahun ini dapat dilaksanakan juga.

           Selepas salat Ied beramai ramai kami datang bersilaturahmi ke rumah teman, saudara dan kenalan yang ada di kota Agats. Lebaran kali ini sungguh berbeda dan penuh makna. Jauh dari rumah namun kami menemukan keluarga baru yang baik luar biasa. Ucapan selamat dan kalimat maaf- maafan tidak keluar dari mulut kami sesama muslim saja. Saudara kami yang beragama non muslim juga ikut ramai bersuka cita berhari raya.

“Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H. Aku, Sri Hartati, Patriot Asmat mengucapkan Mohon Maaf Lahir dan Batin.”