PAPEDA DAN KUAH TIKUS

Penulis: Stefanus Spulo Sogen, 25 April 2022
image
Istirahat Setelah Mengolah Sagu

Di bulan lalu saya berangkat sedikit terlambat ke lokasi karena masih berkoordinasi dengan pihak APDAL dan SPEL untuk pembangunan di kampung Oray tentang medan dan kondisi lapangan kampung Oray serta kegiatan zoom meeting bersama koordinator wilaya dan kawan-kawan patriot energi. Sehingga pada tanggal 14 Maret 2022 saya berangkat ke kampung Oray dan tiba pada tanggal 17 Maret 2022 sore. Setibanya saya di kampung, kampung dalam keadaan sepih hanya beberapa anak-anak dan para lansia yang sudah tidak bisah bekerja. Saya bingung apa yang harus saya lakukan, tibalah pada malam hari beberapa laki-laki dan ibu-ibu muncul saya bertanya ke induk semangku “warga pada kemana?”. “Disini ada diadakan acara adat bakar batu untuk peresmian sekolah karena baru pertama kali kegiatan belajar mengajar di kampung ini” jawab induk semangku. Ternyata untuk upacara adat bakar batu mereka membagi tugas beberapa pria bersama ibu-ibu dan anak-anak ditugaskan untuk mengolah sagu di tepi sungai yang jaraknya sekitar 4 km dari kampung, mereka melakukan aktivitas mengolah sagu dari pukul 06.00 WIT sampai pukul 18.00 WIT setiap hari sampai sagunya cukup. Untuk tugas berburuh hewan hampir semua pria dewasa yang sudah bisah berburuh berangkat kehutan selama dua minggu untuk mengumpulkan hewan buruan.

Sayapun bergabung ke kelompok pengolahan sagu sambil melakukan sosialisasi EBT, pendekatan masyarakat dan identifikasi isu lokal. Pada suatu siang ketika selesai memukul sagu dan sudah mulai lapar kami berangkat ke tempat istirahat untuk makan siang, pada saat itu makanan tinggal sedikit karena pisang yang dibakar sudah habis dimakan anak-anak dan saya hanya mendapatkan dua buah pisang bakar saja. Sehingga ada seorang ibu-ibu mengambil sedikit sagu untuk membuat papeda sehingga kami beberapa orang yang belum makan bisah makan. Setelah papeda jadi ibu itu membagikannya kepada kami, didalamnya sudah dicampur kuah dan beberapa potong daging. Saat makan saya selalu di perhatikan oleh mereka, mereka menatap saya seolah-olah ada yang aneh saya bertanya ke salah satu warga yang bisah berbahasa Indonesia “ada apa?”. “Mereka sedang bertanya-tanya kamu makan daging tikus tidak?’ jawabnya. Sayapun tersenyum dan berkata “apa yang kalian makan saya juga bisah makan” barulah mereka tenang. Ternyata saya tidak sadar jika kuah yang tadi saya minum dan daging yang saya makan bersama papeda adalah daging tikus. Ini adalah pertama kali dalam hidup saya, saya makan daging tikus dan tahu jika peranggkap yang mereka pasang di pinggir kebun adalah perangkap tikus.

Pada bulan Mei ini saya tiga belas hari tidak makan nasi, ngopi dan sebagainya hanya makan pisang bakar, pisang rebus, papeda dan kuah tikus.