Mejemesekola

Penulis: Qumi Lailatul Fajri, 13 April 2022
image
Murid-murid SD Inpres Masyeta sedang berbaris di lapangan

“Dorang di Jakarta sekolah pakai sepatu kah? Kalau tra pakai sepatu, kena marah bu guru?

Ah, kasihan sekali. Disini kitorang tra pakai seragam dan sepatu, ibu guru tra kasih marah”


***

 “selamat pagi ibu guru” sapaan yang kini mulai akrab di telinga saya. Pukul 7 pagi waktu setempat, murid-murid sudah berjajar di teras sekolah menunggu bu guru. Udara dingin dan basah embun hutan tropis pagi hari tidak menyurutkan semangat mereka untuk sekolah. Di bangunan kayu ini mereka belajar membaca, menulis, berhitung, menyanyi bahkan belajar untuk berani bermimpi.


SD Inpres Masyeta. Di sekolah dengan 3 ruang kelas dan satu orang guru ini, mereka harus rela berbagi waktu demi mendapatkan ilmu. Kelas 1-3 masuk pagi dan kelas 4-6 masuk siang. Bagi anak-anak ini, waktu untuk bersekolah merupakan hal yang mewah. Sebab, terkadang mereka harus membantu orang tua pergi ke kebun atau hutan.


Kalau sudah jam 7.30, satu orang murid akan pergi ke rumah bu guru ambil besi untuk toki bel sekolah. Lalu murid-murid lainnya akan berbaris di halaman sekolah yang hampir setiap hari becek ini. Tentu saja, dengan nyeker alias bertelanjang kaki. Aduuuh, barangkali sepatu adalah hal yang mewah dan asing bagi mereka. Kaki-kaki kuat itu memang terbiasa berjalan tanpa alas menyusuri hutan-hutan.


Dalam keterbatasan kondisi yang mereka hadapi, semangat untuk belajar bersama bu guru tidak pernah padam. Saya mungkin membantu mereka belajar calistung (baca tulis hitung), tapi dari mereka saya justru belajar banyak hal. Saya belajar lebih mensyukuri nikmat-nikmat yang Gusti Allah berikan ; nikmat sehat, nikmat udara bersih, dan nikmat waktu luang. Kalau anak-anak capek belajar, saya bahkan minta gantian diajari Bahasa Moskona- bahasa sehari-hari mereka. Misalnya judul pada tulisan ini, Mejemesekola yang artinya pergi ke sekolah. 


Mejemesekola atau pergi ke sekolah disini bukan hanya tentang anak-anak murid yang berangkat ke bangunan kayu yang kerap mereka sebut sekolah itu, tapi lebih tentang saya yang berangkat menjemput guru-guru kecil yang siap mengajari saya ilmu baru setiap harinya.