PALANG

Penulis: Dita Apriani, 20 October 2022
image
Pusat Kabupaten Dogiyai

PALANG

n. batang kayu (bambu, besi, dan sebagainya) yang dipasang melintang pada jalan , pintu, dan sebagainya.

Palang merupakan salah satu fenomena yang turut mengisi aktivitas di Kabupaten Dogiyai. Palang adalah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang (sejauh ini selalu lelaki) di tengah jalan, mereka akan menghentikan kendaraan yang lewat dan meminta sejumlah uang. Mereka biasanya memasang benda seperti batang kayu atau dahan kayu di tengah jalan untuk membantu mereka menghentikan kendaraan yang hendak lewat. Pelaku palang ini bisa dari beragam usia, dari remaja hingga orang dewasa. Biasanya mereka melakukan di jalanan dengan kondisi rusak, disini momen dimana kendaraan biasanya akan melambatkan kendaraannya. Tapi tak jarang juga ia melakukannya di tempat yang cenderung sepi. Bagi yang biasa beraktivitas di jalur Mapia-Moanemani, biasanya sudah mengetahui dimana saja titik-titik palang.


Alasan pemalangan bisa beragam, entah karena ada babi yang tertabrak oleh pengendara di jalanan, sehingga semua pengendara yang lewat harus ikut membayar semacam ganti rugi, atau memang sekedar karena butuh uang saja. Nominal yang diminta beragam, berkisar Rp 20.000-100.000. Nominal yang diminta pada pengendara mobil biasanya lebih besar daripada pengendara motor. Coba saja tawar nominal yang mereka minta. Kalau beruntung, bisa turun harga. Kalau sial, harga tidak akan turun dan kamu akan dapat bonus muka masam atau gertakan haha. Ah ya, dan sebaiknya tidak perlu menawar pada pemalang yang dalam kondisi mabuk karena hanya akan mengahabiskan energimu atau nominal yang diminta justru makin besar.


Jika kamu menemukan palang, sebaiknya kamu segera melaporkannya ke Polsek terdekat supaya palang tersebut dapat segera dihentikan. Jadi ada baiknya kamu menyimpan setidaknya satu nomor anggota keamanan saat kamu tinggal disini. Just in case terjadi kondisi yang tidak diinginkan, seperti pemalangan dengan menggunakan senjata tajam.

Pemalangan dengan senjata tajam dan/atau adalah yang paling berbahaya menurut saya. Saya dan tim pernah mengahadapi pemalangan hingga salah satu dari kami terluka terkena senjata tajam, hingga harus mengalami tujuh jahitan di telapak tangan. Kami pun harus melakukan pemeriksaan di Polres terdekat.


Satu-dua bulan pertama tiba di Dogiyai kami dilarang mengendarai motor sendiri, karena masyarakat sekitar belum benar-benar mengenal kami. Setelah melihat bahwa sudah cukup banyak masyarakat yang mengenali kami, barulah pihak keamanan mengizinkan kami untuk mengendarai motor ke pusat kabupaten. Jangan lupa untuk menyapa masyarakat yang ditemui di perjalanan. Menurut saya, hal ini sangat membantu untuk mengenalkan dan mendekatkan kita dengan masyarakat dan meminimalisir orang-orang jahil di jalanan.


Suatu waktu saya pernah dipalang oleh sekelompok remaja dan anak-anak usia SD. Mereka menutupi jalan dengan batang kayu dan satu diantaranya membawa parang dan memainkannya, mungkin untuk menakuti saya. “Suster, 20 ribu kah” (mereka memanggil saya suster karena saya menggunakan masker). “Aduh, ini saya baru mau ambil uang e ke moane. Ah ini ada 5 ribu saja. Bagaimana?”

“20 ribu kah”

“sa belum ambil uang ini”

“biar sudah 5 ribu. Baru kalau amoxilin adakah suster”

“hah? Buat apa? Itu antibiotik. Suster tidak boleh kasih, dokter boleh. Ko sakit? Mari pi dokter sudah”

“Ah tidak, suster jalan sudah” jawabnya sambil malu-malu dan tertawa.

Karena saya pulang cepat dari sekolah saya berpikir sepertinya mereka masih memalang. Akhirnya saya menyiapkan beberapa gula-gula. Saya ingin tahu apakah masih ada naluri anak-anak dalam diri mereka atau memang sudah sepenuhnya money oriented.

Waktu saya lewat, saya berhenti.

“Suster, lewat sudah tidak papa. Suster su lewat tadi pagi to.” Beberapa palang bisa sekali bayar untuk PP (pulang-pergi) atau kalau sial ya dua kali bayar.

“Ah, sebentar. Sa mau kasih kalian gula-gula ini. Mau kah tidak?”

Sontak semua anak yang sedang memalang kendaraan lain, juga mereka yang menunggu di semak pun langsung berlari mengahampiri gula-gula yang kusodorkan.

“Mari suster marii sa mau!”

“Ini ada satu kantong, kalian bagi-bagi e. Bagi rata”

Sekejap gula-gula ku disambarnya dan mereka langsung berlarian sambil tertawa dan berebut seperti anak-anak yang mendapatkan gula-gula pada umumnya.

“Terimakasih susteer!!” teriak mereka sambil berlari dan terus baku rebut.

Ternyata mereka masih sepenuhnya anak-anak. Anak-anak yang meniru apa yang orang dewasa di sekitarnya lakukan.