OWAPA

Penulis: Dita Apriani, 20 October 2022
image
Rumah di Desa Diyoudimi

Honai, sebutan untuk rumah adat khas Papua yang sering kita dengar. Di desa ku kami lebih terbiasa untuk menyebutnya Owa/Owapa yang artinya rumah. Ada dua jenis rumah yang terdapat di desaku, rumah sehat dan satu lagi induk semangku lebih sering menyebutnya dapur. Rumah sehat ini adalah rumah yang biasanya terbuat dari papan kayu, terdapat beberapa sekat kamar dan tidak terdapat tungku di dalamnya. Sedangkan dapur adalah bangunan yang secara umum biasa kita kenal sebagai honai. Disusun dari rangkaian batang kayu yang dibentuk dan disusun sebagian rupa. Semua diikat menggunakan rotan, tanpa menggunakan paku sama sekali. Dan susunannya sungguh rapat tak ada celah. Namun kini lebih banyak juga rumah sekaligus dapur yang menggunakan papan kayu, karena proses pembuatannya yang lebih ringkas.


Whats-App-Image-2022-10-19-at-15-31-19

(Kayu Bakar yang Dikeringkan dan Batu untuk Barapen)


Bagian atas di dalam rumah ini biasanya digunakan untuk penyimpanan kayu bakar. Bagian alasnya rumah ini beragam, ada yang menggunakan semacam koba-koba (sejenis anyaman daun), bambu kecil seukuran rotan, ataupun tanah yang kemudian dialasi karpet plastik. Bagian atas rumah ini di desaku seluruhnya telah menggunakan seng. Seng ini selain berfungsi untuk perlindungan dari air hujan dan sinar matahari, ia juga berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke bak penampungan. Bak penampungan air minum. Disini hampir semua warga meminum air tadah hujan dari bak penampungan dan dalam kondisi mentah.


Kembali ke owapa, masing-masing ukurannya beragam yang kemudian menentukan pembagian ruangan di dalamnya. Ada waga yang memiliki satu rumah sehat dan satu rumah dapur. Rumah sehat lebih sering masyarakat gunakan untuk menyimpan barang seperti pakaian, kertas-kertas, dll, sedangkan di dapur adalah tempat dimana masyarakat menghabiskan waktu dominannya saat di rumah, termasuk saat tidur. Karena mereka dapat menggunakan tungku untuk menghangatkan badan saat tidur. Beberapa honai dapur memiliki dua sekat ruang. Honai area laki-laki dan area perempuan, masing-masing lengkap dengan tungkunya. Atau ruang dengan tungku dan ruang untuk istirahat serta menyimpan pakaian. Di desa lain, rumah ini biasanya memiliki semacam meja dari batang kayu untuk menyimpan piring dan perkakas dapur, juga beberapa batang kayu yang tertancap di bagian sisi rumah lainnya untuk kandang ekina (babi).


Tidur di dalam rumah dengan tungku ini ternyata perlu latihan, terlebih untuk penderita asma dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan sensitifitas pada asap. Sebuah trik, duduk lah dekat dengan pintu, karena disitu titik sirkulasi udara dari luar masuk ke dalam. Asap cenderung keluar melalui celah-celah atap. Kalau sudah merasa sesak atau tidak kuat menahan perih mata, keluarlah sejenak untuk mencari udara segar. Jangan memaksakan diri, karena kita memang belum andal. Di malam hari usahakan tidur dengan sesuatu yang bisa menutupi area hidung seperti buff, masker atau selimut. Karena setelah hangat dari perapian, terbitlah asap yang akan menggelitik hidung dan seketika membangunkanmu. Di awal kedatangan saya cukup dibuat bingung mengapa masyarakat lebih nyaman tidur di rumah dapur yang berasap dibandingkan di rumah sehat. Kini saya tau jawabannya, Hangat. Tinggal di daerah pegunungan, hangat memang kebutuhan utama di malam hari. Jadi dimana tempat tidur favorit saya? Tentu saja rumah dapur! Karena? Hangat.