Aku, Pacet, dan Kisah Kita di Desa Salubanua

Penulis: Herlin Linia, 14 March 2022
image
Suasana Desa Salubanua

Berpetualang?-anggap saja begitu sebutannya, ke 4 desa di Kec. Mambi, Kab. Mamasa, Sulawesi Barat selama 2 bulan menyisahkan banyak cerita yang sangat sayang untuk disimpan sendiri. Mari bercerita tentang kisah paling mengesankan yang pernah terjadi ketika kita berpetualang dalam rangka menyebar keadilan bagi masyarakat daerah 4T.


Berangkat menuju desa ke-3 tidak melunturkan semangat kita patriot karena dihadapkan dengan medan terberat sejauh ini. Menuju desa terdalam dan tersusah di akses membangkitkan naluri berpetualang yang sempat sedikit padam kala itu, Desa Salubanua jika disebutkan namanya saja sudah membuat masyarakat desa lain geleng-geleng kepala. Sesulit itukah medannya? Itu pertanyaan yang selalu muncul saat melihat reaksi masyarakat desa lain.


Memang benar, sesulit itu medannya, tapi bukan berarti tidak bisa dilewati. Bermodal menumpang mobil hardtop, jangan berandai kalau hardtop-nya ada banyak karena mobil tersebut hanya ada satu dan biasa digunakan untuk mengangkut kayu atau barang titipan masyarakat. Bisa menggunakan motor untuk orang-orang yang sudah berpengalaman dengan medannya.


Tapi percayalah! Medan yang sulit itu akan sangat-sangat terbayarkan ketika sampai di pusat desanya. Gerbang pintu masuk Desa Salubanua yang hanya sebuah pohon kelapa dengan kondisi setengah batang tanpa daun hanya bertuliskan “Salubanua” di tulis menggunakan cat warna biru menimbulkan kesan tersendiri saat menjejakkan kaki pertama kali disana.


Memasuki wilayah rumah-rumah masyarakat Salubanua, tidak bisa lebih amazed lagi karena bangunannya yang masih panggung dengan atap rumah khas Toraja memiliki keunikan tersendiri. Berjalan sedikit keujung Dusun di Desa Salubanua akan ditemukan hamparan perbukitan saling bersaut-sautan dengan kumpulan kabut-kabut yang memposisikan diri di titik paling tepat menciptakan pemandangan yang memancing kata “MasyaAllah” meluncur dengan sendirinya dari bibir ini.


Jadi, bagaimana dengan Pacet? Hewan yang sebenarnya indah kalau dia hanya berdiam diri didedaunan basah. Desa Salubanua memiliki 4 dusun, tidak semua dusun berada di pusat desa karena faktanya dibalit bukit yang menjualang di ujung desa terdapat 1 dusun bersembunyi dengan nyamannya seolah tidak ingin diganggu oleh keramaian. Dusun Kaloean (Bohom Batu).


Perjalanan menuju dusun tersembunyi itulah yang mempertemukanku dengan hewan melata penghisap darah dan memulai kisah diantara kita. Hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki menyusuri perbukitan, tentunya medan yang akan ditemui adalah jalanan terjal sesekali melandai. Sebenarnya akan sangat menyenangkan jika perjalanan yang berkilo-kilo meter itu hanya ditemani oleh rimbunnya pepohonan hutan, suara jangkrik dan burung yang mengiringi langkah kaki. Hanya saja perjalanan akan terasa datar kalau tidak ada rintangannya bukan? –rintangan selain medan yang ditempuh tentunya.


Seperti yang sudah dikata, tanpa kehadiran pacet yang memenuhi kaki mungkin perjalanan akan ada titik bosannya. Terima kasih Pacet! Sesuka itu Pacet dengan kita seolah jika tidak hinggap barang sekali saja di kaki dia akan kehilangan belahan jiwanya. Seperti mengada-ada tapi itulah kenyataannya teman haha. Bukti cinta Pacet sudah terukir dari ujung kaki sampai ujung kepala –maksudnya bekas gigitan Pacet nya haha. What an amazing trip. Tapi tidak bisa dipungkiri suasana desa tersembunyi ini benar-benar membuat nyaman dan menggerakkan hati kita untuk membantu masyarakat disini menuju kesejahteraan menurut versi mereka.