Manisnya Semangka Wunlah

Penulis: Faizal Rohmiani, 19 October 2022
image
Makan semangka di lahan dambil menikmati angin sore

Salah satu rutinitas saya di desa akhir-akhir ini adalah menyiram semangka di pagi atau sore hari. Seperti biasa, sore ini saya bersama mama piara dan tetangga, mama Yos pergi ke lahan semangka untuk melihat semangka-semangka yang sudah mulai membesar. Kebetulan tahun ini mama menanam dua bedeng semangka di lahan miliknya. Walaupun sedikit, beliau berharap ketika nanti saya pulang, saya sempat merasakan semangka dari kebun milik mama.


“Ya, nanti semoga kalau nona mau pulang, katong pu semangka su besar e. Bisa dibawa di dalam pesawat kan”, mama selalu berkata begitu ketika jalan menuju lahan semangka. 


Saat melewati depan rumah Bapak Manu, kakak kandung Bapak piara saya, terlihat puluhan buah semangka tergeletak di dalam ruang tamu, saya mencoba menyapa beliau. 


“Selamat sore, Bapak!, wah Bapak pu semangka su besar ee! Mantap apa!”,


“Sore Nona, iya Nona. Katong su selesai panen ini. Tunggu sebentar e, Nona!”, lantas beliau masuk ke dalam rumah dan mengambilkan dua buah semangka berukuran sedang, untuk saya. 


Tentu saja tangan dan hati ini menyambut dengan rasa bahagia. Baru beberapa langkah saja sudah mendapatkan rezeki. ahaha. Setelah mengucapkan terima kasih dan do’a baik untuk kelancaran rezeki beliau, kami melanjutkan langkah untuk menuju lahan. Sampai di lahan, tak sengaja Bapak Roni, Kaur Pemerintahan Desa Wunlah, sedang panen semangka pula di lahannya. 


“Ibu, ini untuk Ibu”, sapa beliau pada saya sambil menyodorkan dua buah semangka ke tangan saya. 


“Wah, Bapak. Terima kasih banyak, Bapak!”, sambil senyum dan berpamitan untuk menuju lahan mama. 


“Wah, mama. Kalau panen begini e rasanya. Baru beberapa langkah saja katong su dapat empat semangka ini”, kataku sambil tertawa tipis. 


Sesampainya di lahan milik mama, kami mencoba membuka satu semangka untuk dimakan sambil menikmati hembusan angin sore. 


“Mantap apa, mama! Manis sekali! makan sambil duduk-duduk sore begini sungguh nikmat e!”

“Iyo Nona, tapi memang kalau su musim panen begini katong sampai bosan makan semangka. Tahun ini seng terlalu banyak Nona, barang musim hujan lama sekali, tho. Kalau tahun lalu lebih banyak lai. Katong makan sampai bosan”, jawab mama sambil menikmati merahnya semangka Wunlah. 


Tak lama mencicipi semangka yang dibelah, datanglah mama Ata, salah seorang tetangga yang memberikan satu buah semangka lagi kepada saya. Alamaaaak! Maka nikmat mana lagi yang kau dustakan! hehehee—